Departemen Kehutanan Kembangkan Teknologi Penghasil
”Gaharu Kualitas Super”
Kerap kali
Gaharu dikenal sebagai pohon berkayu wangi layaknya kayu Cendana.
Padahal, berbeda sama sekali. Gaharu pun sekarang bukan melulu berkah
alam tanpa campur tangan manusia karena ditemukan metode produksi gaharu
buatan yang tak kalah dengan yang alami.
Di Bogor,
Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan dan Konservasi
Alam Kementerian Kehutanan mengembangkan rekayasa produksi gaharu
buatan.
Risetnya dimulai sejak tahun 2000. Riset itu menunjukkan keberhasilan dalam waktu satu sampai dua tahun terakhir ini.
Gaharu itu
sendiri sebagai hasil persenyawaan enzim jamur tertentu yang menginfeksi
kayu jenis tertentu pula. Persenyawaan itu menghasilkan damar wangi
yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Kayu yang
mengandung damar wangi atau gaharu kategori paling bagus atau kelas
super mencapai harga Rp 50 juta per kilogram. Melalui metode
penyulingan, gaharu umumnya dimanfaatkan sebagai pewangi.
Kepala
Bidang Puslitbang Hutan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Sulityo A
Siran mengatakan, gaharu mulai diendus pula untuk obat herbal berbagai
jenis penyakit berat, seperti tumor, kanker, lever, tuberkulosis, dan
ginjal.
Soal
pepatah, ”Sudah gaharu, cendana pula!”, menurut Sulistyo, itu hanyalah
pepatah untuk menguatkan suatu hal. Gaharu beraroma wangi. Tentu akan
wangi berlipat-lipat jika gaharu terdapat di kayu cendana yang memang
sudah wangi. ”Pada kenyataanya, gaharu tidak pernah berada di kayu
cendana,” ujarnya.
Teknik Budidaya Gaharu
Beberapa jenis tumbuhan berpotensi untuk memproduksi gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu meliputi Aquilaria spp, Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonsystylus.
Berbagai
jenis tumbuhan itu tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan Papua. Tetapi, keberadaannya sekarang mulai langka.
Masyarakat juga sulit mengenali jenis tumbuhan tersebut. Salah satu jenis Aquilaria di Kalimantan dikenal dengan nama lokal karas. Keberadaannya mulai jarang dijumpai pula.
Teknik budi
daya gaharu dengan cara penginfeksian jamur pembentuk gaharu ke dalam
batang pohon potensial. Isolat jamur penginfeksi atau pembentuk gaharu
sudah dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan hasil diperoleh dari
genus Fusarium dan Cylindrocarpon.
Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat jamur. Empat isolat jamur Fusarium paling cepat menginfeksi kayu berpotensi menjadi gaharu.
”Dalam satu
bulan kayu yang diinfeksi dengan keempat isolat jamur tersebut sudah
mampu menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya,” kata Sulistyo.
Kemudian
gaharu buatan itu bisa dipetik pada usia satu hingga tiga tahun. Pohon
potensial yang dipilih untuk membentuk gaharu, yang sudah berdiameter
lebih dari 15 sentimeter dan usianya di atas 5-6 tahun.
Untuk
menyuntikkan isolat jamur penginfeksi, sebelumnya pohon potensial
dilukai. Pada bagian pelukaan tersebut, isolat jamur disuntikkan. ”Dalam
satu pohon disuntikkan isolat jamur pada 200 sampai 300 titik pelukaan
batang,” kata Sulistyo. Dalam pelukaan kemudian terjadi infeksi jamur
yang membentuk warna kehitam-hitaman.
Selama tiga
tahun, semburat warna kehitaman itu akan menyebar ke atas dalam jarak
hanya 3-4 sentimeter saja. Semburat warna kehitam-hitaman pada serat
kayu itulah yang disebut gaharu.
Selama ini
gaharu alam yang paling bagus disebut gaharu super yang berwarna hitam
pekat, padat, keras, mengilap, dan beraroma kuat khas gaharu.
Gaharu super tidak menampakkan serat kayunya. Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak berlubang.
”Klasifikasi
mutu gaharu ditetapkan ada enam mutu. Berturut-turut dari yang paling
bagus, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan
(Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan
(A, B, C) dan Suloan.” kata Sulistyo.
Kelas
cincangan merupakan potongan kecil-kecil dari kayu yang terinfeksi
menjadi gaharu. Meskipun tidak berwarna kehitaman atau tidak mengandung
getah gaharu, kelas cincangan masih menunjukkan aroma khasnya. Biasanya,
gaharu ini digunakan untuk pembuatan dupa atau hio.
Dalam proses
produksi gaharu buatan, yang sangat penting dikuasai adalah proses
pembenihan, persemaian, penanaman, dan pemeliharaan pohon-pohon
berpotensi gaharu.
Tidak kalah
pentingnya, yaitu tahapan pembentukan isolat jamur yang akan
diinfeksikan. Metodenya, meliputi isolasi jamur pembentuk yang diambil
dari jenis pohon penghasil gaharu.
Setelah
jamur berhasil diidentifikasi kesesuaiannya, kemudian diperbanyak ke
dalam media cair atau padat. Isolat jamur hasil perbanyakan pun siap
disuntikkan ke pohon berpotensi gaharu.
Manfaat dan Kegunaan Kayu Gaharu
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih
dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan, cacahan, bubuk,atau fosil kayu
yang sudah terkubur. Setiap bentuk produk gaharu tersebut mempunyai
bentuk dan sifat yang berbeda.
Gaharu mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang khas.
Dari aromanya itu yang sangat popular
bahkan sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah,
Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang
sehingga dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan,
kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk
keperluan kegiatan keagamaan, gaharu sudah lama diakrabi bagi pemeluk
agama Budha, dan Hindu.
Dengan seiringnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi industri, gaharu bukan hanya berguna sebagai
bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara klinis dapat
dimanfaatkan sebagai obat.
Gaharu bisa dipakai sebagai obat: anti
asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan ,obat sakit
perut, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, kanker, diare,
tersedak, tumor paru-paru, obat tumor usus, penghilang stress, gangguan
ginjal, asma, hepatitis, sirosis, dan untuk kosmetik (perawatan wajah
dan menghaluskan kulit).
Kayu Gaharu dan Kegunaannya
Kandungan kimia yang terdapat dalam
gaharu merupakan komponen-komponen yang terdiri dari sesquiterpenes,
sesquiter-pene alcohol, kompoun oxygenated dan chromone. Selain itu,
juga terdiri dari komponen-komponen agarospiral, jinkohol-eramol,
jinkool yang menghasilkan aroma gaharu.
Penggunaan kayu dalam industri perkayuaan
di mana kayunya digunakan dalam industri pembuatan kotak pembungkus,
papan lapis, cenderamata, perabot, sarung senjata, chopstick dan
lain-lain.
Gaharu digunakan dalam upacara keagamaan
Cina, Ayurvedic dan upacara kaum di Tibet. Gaharu digunakan sebagai
pengharum rumah di Timur Tengah, di Papua New Guinea digunakan sebagai
obat-obatan tradisional oleh masyarakatnya. Di masa sekarang gaharu juga
digunakan sebagai bahan minyak wangi dan kosmetik.
Gaharu Sembuhkan Banyak Penyakit
Gaharu dikenal berasal dari marga
tumbuhan bernama Aquilaria. Di Indonesia tumbuh berbagai macam
spesiesnya, seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A.
beccariana, dan A. Filaria.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada
di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila kemudian tumbuhan ini juga
banyak dimanfaatkan masyarakat. Salah satu manfaatnya merupakan fungsi
flora ini sebagai obat.
Meningkatnya penggunaan obat-obatan dari
bahan organik seperti tumbuhan (herbal), membuat gaharu semakin diminati
sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.
Dari hasil penelitian yang ada, gaharu
dikenal mampu mengobati penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal,
radang lambung, radang usus, rhematik, tumor dan kanker.
Kini pengunaan gaharu sebagai obat terus
meningkat. Tapi sayangnya hingga kini, Indonesia baru mampu memasok 15
persen total kebutuhan gaharu dunia.
Bahkan kini fungsi gaharu juga merambah
untuk bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai
kosmetik gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan
untuk jenis super dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per
kilogram.
Di Indonesia tanaman ini dikelompokan
sebagai produk komoditi hasil hutan bukan kayu. Atas dasar itu,
pengembangan gaharu sangat mendukung program pelestarian hutan yang
digalakkan pemerintah, investasi dibidang gaharu sendiri sebenarnya
sangat menguntungkan, Gaharu bisa dipanen pada usia 5-8 tahun.
Untuk satu hektare gaharu hingga bisa
dipanen, memerlukan biaya sebesar Rp 125 juta namun hasil panen yang
didapat mencapai puluhan kali lipat. Budidaya gaharu sangat cocok
dikembangkan dalam meningkatkan hasil hutan non kayu, sementara pasarnya
sangat luas dan tidak terbatas.
Sumber : http://gaharujabar.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar