Gaharu
Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan
mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang
lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997), diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
|
|
Proses pembentukan
Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya
cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing
sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan
beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.
Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan
sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang
luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu
adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau
penebalan pada batang dan cabang tanaman.
Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung
senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor
batang tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil
gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu
dalam jumlah yang besar.
Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium
nivale, Fusarium
solani, Fusarium fusariodes, Fusarium
roseum, Fusarium
lateritium dan Chepalosporium sp.
Nilai ekonomi
Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi
terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu
beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang
relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman
penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam
jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut
akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.
Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar,
yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam
kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki
kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna
kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.
Pengolahan Minyak Gaharu
Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa
aromatik yang terkandung di dalamnya. Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang
biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut. Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu
tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan
wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah.
Teknik distilasi uap menggunakan potongan
gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap.Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik
untuk parfum dapat keluar. Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut
kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan
dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah. Salah satu metode digunakan saat ini adalah
ekstraksi dengan [[superkritikal CO2]], yaitu CO2 cair
yang terbentuk karena tekanan tinggi CO2 cair berfungsi sebagai pelarut
aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu. Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk
gas pada suhu dan tekanan normal.
Konservasi
Pada tahun 1994, konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon gaharu
spesies A.
malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdangannya. Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu
semakin menyusut di alam yang disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat
mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah mengandung gaharu dan siap
dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para
pengusaha menebang puluhan pohon yang salah (tidak menghasilkan gaharu)
sehingga jumlah pohon tersebut sangat berkurang.
Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam
yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus
memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.
Catatan kaki
1. Ng, L.T., Chang Y.S. and
Kadir, A.A. (1997) "A review on agar (gaharu) producing Aquilaria
species" Journal of Tropical Forest Products 2(2):
pp. 272-285.
2. Trubus; Syariefa E., Yajri F, Karjono, Susanti
T, "[www.trubus-online.co.id Luka Pembawa Aroma ]", (PT Trubus
Swadaya), Januari 2009, hlm. 18-19.
3. (Inggris)JOHN L. INGHAM
(JULY-SE1JTEMBER 1972). "Phytoalexins and other natural products as factors in plant
disease resistance". The Botanical Review 38
(3): 343-424. doi:10.1007/BF02860009.
4. Hartal dan Guswarni Anwar. "TEKNOLOGI
PENINGKATAN KUALITAS KAYU GUBAL GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk.) DI KAWASAN
PESISIR BENGKULU DENGAN INOKULASI JAMUR PENGINDUKSI RESIN". Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Edisi Khusus (3):
464 - 471.
5. Rawana dan Agus Prijono (Desember 2009). "ETNOBOTANI POHON GAHARU (Aquilaria sp.) SEBAGAI SUMBER BAHAN OBAT
ALAMI". Seminar Nasional Bahan obat alam di Universitas Sanata Darma
Yogyakarta 2009.
6. Trubus; Ari Chaidir, Yajri F, Karjono, "Satu Gaharu Banyak
Mutu", (PT Trubus Swadaya), Januari 2009, hlm. 20-21.
7. MOHD FAUZI BIN RAMLAN, "OPTIMIZATION OF AGARWOOD OIL EXTRACTION BY USING DESIGN OF EXPERIMENT
(DOE) METHOD ", Mei 2008.Page.7-9
8. James Compton, Akiko Ishihara.
The Use and Trade of Agarwood in Japan. pp. 1-21.
9. Trubus; D Adijaya S, Nesia A, Yajri F, Karjono,
Duryatmo S., "Gaharu: Harta di kebun", (PT Trubus Swadaya),
Januari 2009, hlm. 10-17.
10. TRAFFIC Southeast Asia (Eds).
2007. Proceedings of the Experts Group Meeting on Agarwood: Capacity-building
Workshop for Improving Implementation and Enforcement of the CITES listing of
Aquilaria malaccensis and other Agarwood-producing species. Kuala Lumpur. 14-17
November 2006.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Gaharu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar