GAHARU, PROSPEK DAN MANFAATNYA
Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas,
memiliki kandungan damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi secara alami atau
buatan pada pohon Aguilaria sp (Thymelaeaceae).
GAHARU merupakan Komoditi Elit, Langka & Bernilai Ekonomi Tinggi
Gaharu merupakan produk ekspor. Tujuan ekspor adalah negara-negara di Uni
Emirat Arab, Arab Saudi, Singapore, Taiwan, Jepang, Malaysia.
Pohon Gaharu (Aquilaria spp.) adalah species asli Indonesia. Beberapa
species gaharu komersial yang sudah mulai dibudidayakan adalah: Aquilaria.
malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, dan Gyrinops
verstegii. serta A. crassna asal Camboja.
Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur
Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia
Timur juga menggunakannya sebagai hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang
sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun,
lotions, pembersih muka serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, antialergi,
obat batuk, penenang sakit perut, rhematik, malaria, asma, TBC, kanker,
tonikum, dan aroma terapi.
Pengelompokan gaharu:
1) Abu gaharu: Super, kemedangan A, Kacang, kemedangan TGC;
2) Kemedangan A, B, C, TGC , (BC), Kemedangan Putih,Teri Kacang (terapung); dan
3) Gubal gaharu tdr dari: Double Super, Super A, Super B, Kacang, Teri A, Teri
B, dan dan Sabah (tenggelam).
Gaharu memiliki nilai harga mulai dari 100.000 – 30 juta/kg tergantung asal
species pohon dan kualitas gaharu. Sedangkan minyak gaharu umumnya disuling
dari gaharu kelas rendah (kemedangan) memiliki harga mulai dari
50.000-100.000/ml.
Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura.
Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara-negara Asia
Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu
hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan
masyarakat dunia secara berkelanjutan.
Jika satu pohon gaharu hasil budidaya menghasilkan 10 kg gaharu (semua kelas),
maka diperlukan pemanenan 200.000 pohon setiap tahun.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang
aneh, bila kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Manfaatn
gaharu antara lain sebagai bahan pembuat obat dan parfum.
Gaharu sangat di butuhkan di Negara Islam dan Arab, Wangi Parfum , Wanginya
Tahan Lama, Aroma Terapi Menyegarkan Tubuh, Perayaan dan Undangan, Kecantikan –
Sabun, Shampo Yang Harum Semerbak, Obat & Kesehatan – Biasa Digunakan di
Pengobatan Tradisional Khususnya Dinegara China dan Jepang, Koleksi Pribadi –
Untuk Ruangan Besar Khusus Eksklusif. Harga 1 Batang Pohon Agarwood bisa
mencapai ribu-an dollar per kilo nya. Setelah Penyulingan Menjadi Minyak Harga
Bisa Mencapai Sekitar USD 5,000 ~ USD 10,000/kg dan Setelah Dibuat Menjadi
Cairan Extract Harganya Mampu Mencapai Lebih Dari USD 30,000 atau Rp.
300.000.000,- / Liter.
Manfaat gaharu:
- Aktivitas
Kebudayaan – Islam, Budha, Hindu
- Perayaan
Keagamaan – Kebanyakan di Negara Islam dan Arab
- Wangi Parfum
– Wanginya Tahan Lama Banyak Diminati di Negara Eropa Seperti Daerah Yves
Saint Laurent, Zeenat dan Amourage
- Aroma
Terapi – Menyegarkan Tubuh, Perayaan dan Undangan
- Obat
& Kesehatan – Biasa Digunakan di Pengobatan Tradisional Khususnya
Dinegara China dan Jepang
- Koleksi
Pribadi – Untuk Ruangan Besar Khusus Eksklusif
- Kecantikan
– Sabun, Shampo Yang Harum Semerbak
Gaharu
Sembuhkan Banyak Penyakit
Gaharu dikenal berasal dari marga tumbuhan bernama Aquilaria. Di Indonesia
tumbuh berbagai macam spesiesnya, seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A.
hirta, A. beccariana, dan A. Filaria.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila
kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Salah satu
manfaatnya merupakan fungsi flora ini sebagai obat.
Meningkatnya penggunaan obat-obatan dari bahan organik seperti tumbuhan
(herbal), membuat gaharu semakin diminati sebagai bahan baku obat-obatan untuk
berbagai macam penyakit.
Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit seperti
stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik, tumor dan
kanker.
Kini pengunaan gaharu sebagai obat terus meningkat. Tapi sayangnya hingga kini,
Indonesia baru mampu memasok 15 persen total kebutuhan gaharu dunia.
Bahkan kini fungsi gaharu juga merambah untuk bahan berbagai produk kecantikan
dan perawatan tubuh. Sebagai kosmetik gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta
per kilogram, bahkan untuk jenis super dan dobel super harganya mencapai Rp18
juta per kilogram. Di Indonesia tanaman ini dikelompokan sebagai produk
komoditi hasil hutan bukan kayu.
Atas dasar itu, pengembangan gaharu sangat mendukung program pelestarian hutan
yang digalakkan pemerintah. Investasi dibidang gaharu sendiri sebenarnya sangat
menguntungkan. Gaharu bisa dipanen pada usia 5-7 tahun.
Salah satu hasil olahan dari daun
pohon Gaharu yang banyak sekali khasiat dan kegunaannya
Untuk satu hektare gaharu hingga bisa dipanen, memerlukan biaya sebesar Rp
125 juta namun hasil panen yang didapat mencapai puluhan kali lipat. Budi daya
gaharu sangat cocok dikembangkan dalam meningkatkan hasil hutan non kayu,
sementara pasarnya sangat luas dan tidak terbatas. (ant/slg) (sumber:sinar
harapan).
Imam Bukhari meriwayatkan bahawa Nabi Mohammad SAW bersabda:
"Obatilah dengan menggunakan Oudh (gaharu) kerana didalamnya terdapat tujuh
kebaikan."
Minyak gaharu juga memang terkenal sebagai antara ekstrak minyak paling
mahal didunia hingga mencapai $20,000 dolar Amerika satu kilogram. Kegunaan
perobatan maupun upacara kebesaran dalam Ayurvedik, Sufi, Cina, Tibet, Arab dan
Yunani banyak menggunakan bahan daripada gaharu untuk tujuan yang sama.
- Meningkatkan
fungsi seksual dan merawat masalah yang berkaitan
- Melegakan
dan merawat sistem pernafasan – bagi penderita lelah, letih dan batuk dan
kronik
- Merawat
kanker tumor dan kanker paru-paru
- Melegakan
insomnia (susah tidur) dan tidur yang kurang pulas
- Mengontrol
kandungan gula dalam darah bagi penderita diabetes
- Merawat
sistem limfa – sistem pertahanan badan
- Mengawal
dan menstabilkan tekanan darah tinggi
- Mengurangi
masalah sembelit, angin, cirit-birit dan IBS (perut sensitif)
- Merawat
masalah Ginjal
- Tonik
untuk menguatkan fungsi jantung
- Merawat
penyakit hati
GAHARU: HHBK
yang Menjadi Primadona
Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang
cukup dapat diandalkan, khususnya apabila ditinjau dari harganya yang sangat
istimewa bila dibandingkan dengan HHBK lainnya. Nilai jual yang
tinggi dari gaharu ini mendorong masyarakat untuk
memanfaatkannya. Sebagai contoh, pada awal tahun 2001, di Kalimantan
Timur tepatnya di Pujangan (Kayan) harga gaharu dapat mencapai Rp. 600.000,-
per kilogram .
Pada tingkat eceran di kota-kota besar harga ini
tentunya akan semakin tinggi pula. Kontribusi gaharu terhadap
perolehan devisa juga menunjukkan grafik yang terus meningkat. Menurut Balai
Pusat Statistik, rata-rata nilai ekspor gaharu dari Indonesia tahun 1990-1998
adalah sebesar US $ 2 juta, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi US $ 2.2
juta.
Gaharu dikenal karena memiliki aroma yang khas dan dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio (pelengkap sembahyang
pemeluk agama Budha & Kong Hu Cu), obat, dan sebagainya.
Masyarakat awam seringkali mengaburkan istilah gaharu dengan pohon
gaharu. Menurut SNI 01-5009.1-1999 gaharu didefinisikan sebagai
sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki
kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses
infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon, yang
pada umumnya terjadi pada pohon
Aquilaria sp. (Nama daerah:
Karas,
Alim, Garu dan lain-lain).
Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, yaitu berupa bongkahan, chips
dan serbuk. Bentuk bongkahan dapat berupa patung atau bentuk unik (
natural
sculpture) atau tanpa bentuk sama sekali. Demikian pula
warnanya, bervariasi mulai dari mendekati putih sampai coklat tua atau
mendekati kehitaman, tergantung kadar damar wangi yang dikandungnya dan dengan
sendirinya akan semakin wangi atau kuat aroma yang yang
ditimbulkannya. Umumnya warna gaharu inilah yang dijadikan dasar
dalam penentuan kualitas gaharu. Semakin hitam/pekat warnanya, semakin tinggi
kandungan damar wanginya, dan akan semakin tinggi pula nilai
jualnya. Umumnya semakin hitam/pekat warna gaharu, menunjukkan
semakin tinggi proses infeksinya, dan semakin kuat aroma yang
ditimbulkannya.
Namun pedoman warna dan aroma ini tidaklah mutlak,
karena dalam kenyataannya, warna ini dapat diakali dengan penerapan pewarna,
sedangkan aroma dapat diakali dengan mencelupkan gaharu ke dalam destilat
gaharu. Sehingga hanya pedagang-pedagang yang sudah berpengalaman
dan sudah lama berkecimpung dalam perdagangan gaharu sajalah yang dapat
membedakan antara gaharu yang tinggi kualitasnya dengan yang lebih rendah
kualitanya (kemedangan).
Di Indonesia, gaharu yang diperdagangkan secara nasional masih dalam bentuk
bongkahan, chips ataupun serbuk gaharu. Masyarakat belum tertarik
untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk olahan
seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain, yang tentunya akan
lebih meningkatkan nilai jualnya.
Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di daerah tropika
dan memiliki marga
Aquilaria, Gyrinops dan
Gonystilus yang
keseluruhannya termasuk dalam famili
Thymelaeaceae. Marga
Aquilaria
terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India,
Pakistan, Myanmar, Lao PDR, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia,
Philipina dan Indonesia. Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (
A.
malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A.
filarial).
Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh
kepulauan Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara. Marga
Gonystilus memiliki 20 spesies,
tersebar di Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Peninsula, Serawak, Sabah,
Indonesia, Papua New Guinea, Philipina dan kepulauan Solomon serta kepulauan
Nicobar. Sembilan spisies diantaranya terdapat di Indonesia yaitu: di
Sumatera, Kalimantan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Marga
Gyrinops
memiliki tujuh spesies. Enam diantaranya tersebar di Indonesia
bagian timur serta satu spesies terdapat di Srilanka.
Penyebab timbulnya infeksi (yang menghasilkan gaharu) pada pohon penghasil
gaharu, hingga saat ini masih terus diamati. Namun, para peneliti
menduga bahwa ada 3 elemen penyebab proses infeksi pada pohon penghasil gaharu,
yaitu (1) infeksi karena fungi, (2) perlukaan dan (3) proses
non-phatology. Dalam grup yang pertama, Santoso (1996) menyatakan
telah berhasil mengisolasi beberapa fungi dari pohon
Aquilaria spp.
yang terinfeksi yaitu:
Fusarium oxyporus, F. bulbigenium dan F.
laseritium. Pada kasus 2 dan 3 muncul hipotesis yang menyatakan
bahwa perlukaan pohon dapat mendorong munculnya proses penyembuhan yang
menghasilkan gaharu. Tetapi hipotesis inipun masih memerlukan pembuktian.
Kualita Gaharu Indonesia secara nasional telah ditetapkan dalam SNI
01-5009.1-1999 Gaharu. Dalam SNI tersebut kualita gaharu dibagi
dalam 13 kelas kualitas yang terdiri dari :
- Gubal
gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (Mutu Utama = yang setara dengan
mutu super; mutu Pertama = setara dengan mutu AB; dan mutu Kedua = setara
dengan mutu Sabah super),
- Kemedangan
yang terbagi dalam 7 kelas kualita (mulai dari mutu Pertama = setara
dengan mutu TGA/TK1 sampai dengan mutu Ketujuh = setara dengan mutu M3),
dan
- Abu
gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (mutu Utama, Pertama dan Kedua).
Pada kenyataannya dalam perdagangan gaharu, pembagian kualitas gaharu tidak
seragam antara daerah yang satu dengan yang lain, meskipun sudah ada SNI
01-5009.1-1999 Gaharu. Sebagai contoh, di Kalimantan Barat
disepakati 9 jenis mutu yaitu dari kualitas Super A (terbaik) sampai dengan
mutu kemedangan kropos (terburuk). Sedangkan di Kalimantan Timur dan
Riau, para pebisnis gaharu menyepakati 8 jenis mutu, mulai dari mutu super A
(terbaik) sampai dengan mutu kemedangan (terburuk).
Penetapan
standar di lapangan yang tidak seragam tersebut dimungkingkan karena keberadaan
SNI Gaharu sejauh ini belum banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh para
pedagang maupun pengumpul. Disamping itu, sebagaimana SNI-SNI hasil hutan
lainnya, penerapan SNI Gaharu masih bersifat sukarela (
voluntary),
dimana tidak ada kewajiban untuk memberlakukannya.
Pemanfaatan gaharu dari alam secara tradisional di Indonesia (Kalimantan dan
Sumatera), akan menjamin kelestarian pohon induknya, yaitu hanya mengambil
bagian pohon yang ada gaharunya saja tanpa harus menebang
pohonnya. Pemanenan Gaharu sebaiknya dari pohon-pohon penghasil
gaharu yang mempunyai diameter di atas 20 cm. Namun, sejalan dengan
meningkatnya permintaan pasar dan nilai jual dari gaharu, masyarakat lokal
telah mendapat pesaing dari pebisnis gaharu dari tempat lain, sehingga mereka
berlomba-lomba untuk berburu gaharu.
Akibatnya, pemanfaatan gaharu
secara tradisional yang mengacu pada prinsip kelestarian tidak dapat
dipertahankan lagi. Hal ini berdampak, semakin sedikitnya
pohon-pohon induk gaharu. Bahkan di beberapa tempat, gaharu telah
dinyatakan jarang/hampir punah. Hal ini disebabkan oleh karena penduduk tidak
lagi hanya menoreh bagian pohon yang ada gaharunya, tetapi langsung menebang
pohonnya. Diameter pohon yang ditebangpun menurun menjadi dibawah 20
cm, dan tentu saja kualita gaharu yang diperolehpun tidak dapat optimal.
Akibat semakin langkanya tegakan pohon penghasil gaharu, dalam COP (
Conference
of Parties) ke – 9 CITES (
Convention on the International Trade in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna) di Fort Lauderdale, Florida,
USA (7 – 18 Nopember 1994) para peserta konferensi atas usulan India menerima
proposal pendaftaran salah satu spesies penghasil gaharu (
A. malaccensis)
dalam CITES Appendix II. Dengan demikian dalam waktu 90 hari sejak
penerimaan/penetapan proposal tersebut, perdagangan spesies tersebut harus
dilakukan dengan prosedur CITES.
Namun masalahnya, hingga saat ini gaharu yang diperdagangkan dalam bentuk
bongkahan, chips, serbuk, destilat gaharu serta produk akhir seperti chopstick,
pensil, parfum, dan lain-lain tidak dapat/sulit untuk dapat dibuktikan apakah
gaharu tersebut dihasilkan oleh jenis
A. malaccensis
ataukah dari spesies lain. Untuk mengatasi masalah ini,
akhirnya ditempuh kebijaksanaan bahwa baik negara pengekspor maupun penerima
tetap menerapkan prosedur CITES terhadap setiap produk gaharu, terlepas apakah
produk tersebut berasal dari spesies
A. malaccensis ataukah
bukan. Hal ini dikarenakan sebagian besar populasi spesies penghasil
gaharu di alam sudah berada pada posisi terancam punah. Dengan
demikian diharapkan populasi spesies penghasil gaharu dapat diselamatkan.
Penutup
Mempertimbangkan nilai jual Gaharu, patut diupayakan peningkatan peranan
Gaharu sebagai komoditas andalan alternatif untuk penyumbang devisa dari sektor
kehutanan selain dari produk hasil hutan kayu. Untuk mendapatkan
manfaat nilai tambah maksimal dalam memanfaatkan komoditas tersebut, perlu
pembinaan kepada produsen di dalam negeri untuk mengolah gaharu secara
lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk akhir (olahan) seperti destilat
gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Disamping itu, untuk mendorong keseragaman penetapan kualita di lapangan,
keberadaan SNI gaharu perlu disosialisasikan di kalangan para produsen,
pedagang, dan para konsumen. Lebih lanjut, untuk menjamin keberlanjutan pasokan
gaharu, perlu upaya pembinaan agar masyarakat memanen gaharu dengan cara-cara
yang mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian. Akhirnya, untuk
menghindarkan kepunahan gaharu, maka aturan atau prosedur CITES dalam
perdagangan komoditas gaharu harus dilaksanakan secara konsekwen di lapangan
oleh para pihak yang berkepentingan.
Daftar Pustaka :
Anonym. SNI 01-5009.1-1999: Gaharu. Badan Standar-disasi Nasional
(BSN). 1999
Soehartono, Tonny; Gaharu: Kegunaan dan Pemanfaatan. Disampaikan
pada Lokakarya Tanaman Gaharu di Mataram tanggal 4 – 5 September 2001
Rohadi, Dede dan Suwardi Sumadiwangsa, Prospek dan Tantangan Pengembangan
Gaharu di Indonesia: Suatu Tinjauan dari Perspektif Penelitian dan
Pengembangan, Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu di
Mataram, 4 – 5 September 2001.