...... Gaharu untuk mengharumkan dunia dan mensejahterakan ......

Jumat, 23 November 2012

Teknik Inokulasi Gaharu

Teknik Inokulasi Gaharu

Teknik Inokulasi GAHARU Sistem Spiral Sederhana :

1. Inokulasi
Inducer Bio Kimia/ Fusarium sp yang di inokulasi ke jaringan pohon itu sebenarnya kuman penyebab penyakit. Oleh karena itu pohon gaharu itu melawan dengan memproduksi resin bernama fitoaleksin supaya kuman tak menyebar ke jaringan pohon lain. Seiring waktu, resin itu mengeras di sudut sudut pembuluh xylem dan floem – organ pohon yang mendistribusikan makanan berwarna kecokelatan, serta harum bila dibakar.

Mengingat jenis isolate penyakit pembentuk gaharu berbeda beda sesuai kondisi iklim dan lingkungan, maka penyedia inokulan perlu melakukan isolasi jenis penyakit yang berprospek memproduksi gaharu. Isolasi ini dilakukan terhadap tanaman gaharu alam yang berada di dalam kawasan hutan sekitar daerah pengembangan. Untuk tujuan tersebut, perlu diawali dengan pengamatan lapangan untuk mempelajari aspek gaharu yang tumbuh alami serta mengisolasi dan mengidentifikasi jenis penyakit dari pohon yang terserang.

Agar berhasil mengembangkan inokulan pembentuk gaharu, diperlukan teknik tertentu. Untuk hal ini, sangat diperlukan peran dari pemerintah daerah instansi atau lembaga terkait, perguruan tinggi, dan investor atau pengusaha swasta didaerah setempat sebagai pelaku produksi inokulan.

Tahapan-tahapan dalam penginokulasian gaharu, bahan dan alat yang dibutuhkan adalah:

ü. Bor kayu dengan ukuran minimal 10 mm, sesuai dengan diameter batang semakin besar diameternya maka ukuran bor semakin besar, ukuran bor yang biasa digunakan berukuran 13 mm.
ü. Genset kapasitas 450 watt atau 900 watt dan alat bor listrik.
ü. Spidol permanent sebagai penanda titik bor.
ü. Alat ukur meteran untuk mengukur keliling batang dan jarak titik bor satu dengan lainnya.
ü. Pinset dan suntikan sesuai ukuran bor.
ü. Alkohol 70 % untuk sterilkan alat dan lubang hasil bor kayu.
ü. Masker, gunting serta kapas.
ü. Lilin lunak, plester atau lakban, untuk menutup lubang bor.
ü. Sarung tangan karet dan Inokulan Gaharu.

Proses pengerjaannya dengan mengikuti prosedur dibawah ini:

ü. Ukur titik pengeboran awal 1 meter dari permukaan tanah. Beri tanda dengan spidol. Kemudian buat lagi titik pengeboran diatasnya dengan mengeser kearah horizontal sejauh 15 cm dan vertical 15 cm. dengan cara yang sama buatlah titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.
ü. Ukur lingkaran batang untuk mendapatkan diameter batang. Misalkan lingkaran batang 60 cm, hitung diameternya dengan rumus : Keliling Lingkaran = diameter x 3,14. contoh 60 cm = diameter x 3,14 berarti diameter batang = 60 cm : 3,14 = 19,11 cm.
ü. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang pada titik pengeboran yang sudah ditanda dengan spidol. Contoh : Kedalaman lubang bor = diameter batang x 1/3 = 19,11 x 1/3 = 6,4 cm.
ü. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang sudah dibilas dengan alcohol.
ü. Masukkan inokulan dengan pinset kedalam suntikan yang ujungnya sudah dipotong, kemudian masukkan inokulan kedalam lubang sampai penuh.
ü. Tutup lubang yang telah terisi penuh inokulan dengan lilin agar tak ada kontaminan dari mikroba yang lain. Untuk mencegah air merembes permukaan lilin ditutup kembali dengan plester atau lakban.
ü.  Cek keberhasilan penyuntikan setelah 3 bulan, caranya buka plester dan lilin kemudian kupas sedikit kulit batang, jika batang tampak berwarna coklat kehitam hitaman berarti penyuntikan berhasil. Tutup kembali lubang dengan lilin dan plester.
ü. 7 (tujuh) bulan setelah penyuntikan ambil sample dengan mengebor lubang baru 5 cm diatas lubang sebelumnya, jika serbuk hasil bor sudah hitam atau wangi atau sesuai dengan ciri-ciri yang diinginkan maka pohon sudah dapat dipanen jika belum sesuai tutup kembali lubang dengan lilin. Tanda hasil mulai maksimal jika daun gaharu sudah mengering 50 % hal ini biasanya terjadi pada 1,5 tahun sampai 2 tahun setelah penyuntikan tergantung dari besarnya diameter batang, semakin besar diameter batang maka proses mengeringnya daun semakin lama.
Pada pelaksanaan penginokulasian terhadap pohon gaharu ini, harus diperhatikan umur dan diameter batangnya. Batas minimal suatu pohon dapat di inokulasi ditandai dengan pohon yang mulai berbunga. Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4 – 5 tahun atau diameter batang sudah mencapai 8 – 10 cm.

Berikut diulas teknik inokulasi menggunakan inokulan padat dan cair.

a. Inokulasi Dengan Inokulan Padat

Teknik inokulasi pohon gaharu menggunakan inokulan padat sebagai berikut:
  1. Buat lubang pada batang kayu gaharu dengan menggunakan bor.
    Diameter lubang bor sekitar 0,8 – 13 mm. Kedalaman optimal pemboran ini perlu disesuaikan dengan ukuran diameter batang, biasanya sekitar 5 cm. Setiap batang dibuatkan banyak lubang dengan jarak antar lubang bor sekitar 20 cm.
  1. Bersihkan tangan pelaku inokulasi dengan air hingga bersih dan dibilas dengan alcohol sebelum pelaksanaan inokulasi.
  2. Masukkan inokulasi padat ke setiap lubang. Jumlah inokulan disesuaikan dengan kedalaman lubang. Sebagai patokan, pemasukan ini dilakukan hingga lubang terisi penuh dengan inokulan. Agar pemasukan menjadi mudah, gunakan potongan kayu atau bamboo yang ukurannya sesuai dengan ukuran diameter lubang.
  3. Tutup setiap lubang yang sudah diberi inokulan untuk mnghindari masuknya air ke dalam lubang. Penutupan lubang ini dilakukan dengan pasak kayu gaharu. Penutupan pun dapat dilakukan dengan “lilin malam”

b. Inokulasi Dengan Inokulan Cair

Teknik inokulasi menggunakan inokulan cair sebagai berikut:
  1. Lakukan pengeboran pada pangkal batang pohon dengan posisi miring kebawah. Kedalaman pemboran disesuaikan dengan diameter batang pohon, biasanya 1/3 diameter batang. Sementara mata bor yang digunakan berukuran sama dengan selang infus sekitar 0,5 cm. Selang infuse tersebut biasanya sudah disediakan produsen inokulan pada saat pembelian inokulan. Namun, bila belum tersedia, selang infuse dapat disediakan sendiri oleh petani.
  2. Masukkan selang infus yang ada pada botol inokulan cair kedalam lubang.
  3. Atur besarnya aliran inokulan cair tersebut. Hentikan aliran infuse bila cairan inokulan sudah keluar dari lubang.
  4. Tutup bagian tepi disekitar selang infuse dengan menggunakan “lilin malam”.
  5. Ulangi pengaturan aliran masuknya cairan infuse kedalam lubang setiap 1–2 hari, tergantung keadaan cairan dalam lubang. Pengaturan aliran dilakukan bila lubang sudah tidak terdapat lagi cairan inokulasi.
  6. Laksanakan penginokulasian ini hingga inokulan cair didalam botol infuse tersebut habis. Penginokulasian diulang kembali dengan botol inokulasi baru, bila belum ada tanda tanda kematian fisik dan fisiologis.
2. Pemeliharaan dan Pemupukan
Pemupukan perlu dilakukan terutama di lahan yang kesuburannya rendah. Pemberian pupuk dapat dilakukan dua kali dalam setahun, dengan ukuran 5  kg pupuk per-pohon. Pembersihan areal penanaman juga perlu dilakukan guna menghindari tumbuhnya gulma (tumbuhan pengganggu) khususnya pada musim hujan atau 4 kali dalam setahun.

3. Panen dan Pasca Panen

Produksi gubal gaharu akan terbentuk setelah perlakuan berjalan 3 bulan. Hal ini dimulai dengan berubahnya warna kayu sekitar penyuntikan menjadi cokelat dan bertekstur keras serta berbau wangi. Pemanenan dapat dilakukan mulai dari 1 tahun setelah penginokulasian dengan cara menebang pohon. Kualitas gubal gaharu yang dihasilkan  berbanding lurus dengan tingkat kesuburan pohon dan lamanya penginokulasian. Semakin lama penginokulasian maka semakin tinggi kualitas gubal gaharu yang dihasilkan. Potongan-potongan gubal gaharu dibersihkan dari bagian kayu yang tidak terbentuk menjadi gubal. Pembersihan kayu putih dari gubal memerlukan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus, sehingga tidak menurunkan kelas gubal akibat kurang terampilnya tenaga kerja. 

Kemudian dilakukan penyortiran berdasarkan kelasnya (Super, AB, BC, C1 dan C2). Untuk mengurangi kadar air, potongan gubal gaharu dikeringkan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari. Untuk gaharu kelas kemedangan selain dapat dipasarkan langsung dapat pula di distilasi untuk diambil minyaknya.

Sumber : http://gaharujabar.wordpress.com/cara-inokulasi-gaharu/
 

Apa itu DESTILASI CHIP?

Apa itu DESTILASI CHIP?


Digunakan untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass atau stainless steel. Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak terhindar dari masuknya sinar matahari langsung sehingga tidak menurunkan grade minyak. Proses untuk mendapatkan minyak atsiri dikenal dengan cara menyuling atau destilasi terhadap tanaman atau kayu penghasil minyak atsiri. 

Didunia komersil, metode destilasi/ penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
1).Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation);
2).Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation);
3).Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation).
Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis bahan baku tanaman atau kayu (serbuk), karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan nilai ekonomis serta efektifitas produksi.

Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan Air dan Uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya mirip dengan sistem rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air. Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap langsung (Direct Steam Distillation).

Metode penyulingan dengan sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan. Kami melayani, jika Anda membutuhkan alat suling (destilator) berbagai type dan kapasitas sesuai keinginan Custumer.

MESIN HOME INDUSTRI MINYAK ATSIRI 

(khusus destilasi kayu gaharu-chip/ kemedangan)
Type SM-20KG Keterangan
Ketel Kapasitas 20-25Kg (serbuk kayu gaharu kering/ batch)
Jenis Sistem Kukus (Water and Steam Distillation)
Bahan Ketel Stainless Steel-304 mirror (bahan mengkilap)
Tebal Bahan 1.2 mm
Pipa Bahan Stainless Steel-304 (spiral)
Diameter ?  cm
Tinggi ?  cm
Kelengkapan Pressure gauge, flange pengunci fleksibel, aliran dan valve uap, aliran dan valve drain, saringan bahan SS, sight glass (pengukur level air dalam ketel), separator glass (pemisah air dan minyak), tabung 3 kg gas LPG 1 unit, semawar.
Pendingin/ Kondensor bak bahan mild steel
Type Sistem Spiral
Material Pipa stainless steel 304 (1 1/4 – 1 in)
Panjang Total Pipa 6 meter
Diameter Lilitan ? cm
Kelengkapan pipa keluaran dan masukan air pendingin, penyangga
Harga Rp.10.500.000,- (nego)
Pemesanan DP 60% sisanya setelah barang siap kirim, waktu pembuatan 3 minggu setelah order diterima
Termasuk :* ujicoba dan training operator (bahan baku dan bahan bakar disediakan oleh custumer);* garansi konsultasi 6 bulan berdasarkan pengalaman kami yang juga bergerak dibidang produksi minyak atsiri. Tidak Termasuk :* jasa perakitan alat dilapangan;* pengiriman/ ekspedisi ke lokasi instalasi;* khusus diluar Pulau Jawa transportasi dan akomodasi 2 orang teknik untuk instalasi di lokasi;* pembuatan kolam pendingin(apabila diperlukan), terutama untuk lokasi yang jauh dengan sumber air mengalir;* pembuatan tungku pembakaran (kami hanya menyediakan desain tungku), jika menggunakan bahan bakar kayu;* bangunan dan infrastruktur lainnya, bahan baku dan bahan bakar untuk ujicoba atau training.
 
WOOD CRUSER MACHINE adalah mesin untuk penghancur bahan kayu menjadi serbuk gergaji untuk pembuatan briket, bahan yang dapat diproses yaitu kayu chip/ kemedangan gaharu, ranting, dll. 
produk lokal dijamin 100%
TYPE
DIMENSI (CM)
DIESEL (3PK)
KAPASITAS (KG/Jam)
BAHAN (MM)
HARGA
(Rp.)
P
L
T
WCM-01 140 60 80
1600 rpm
180-220
<= 1-2
13.500.000,-
* harga diatas belum termasuk ongkos kirim
Informasi/ Hotline/ SMS ke 085721292882 atau 085221224775
email/ YM : anthony_ej80@yahoo.com 

Sumber :  http://gaharujabar.wordpress.com/apa-itu-destilasi/

Senin, 06 Agustus 2012

Pengadaan Benih Gaharu Secara Generatif

Pengadaan Benih Gaharu Secara Generatif

Sumber Gambar: Aat
 
 
 
 
Bahan tanaman penghasil gaharu dapat diperoleh melalui upaya pengembangan dari benih, anakan alam, stump, stek pucuk dan dimungkinkan dapat dikembangkan dengan teknologi kultur jaringan.
Bahan generative berupa benih dapat diperoleh dengan memanfaatkan potensi pohon induk alami yang tersedia dalam kawasan hutan atau di kebun masyarakat sekitar hutan. Persyaratan untuk memperoleh buah dari pohon induk alami sebagai berikut :
1. Memiliki sifat dan karakter genetik rentan terhadap penyakit pembentuk gaharu
2. Pohon memiliki kematangan sebagai induk yang sehat dan berbuah sepanjang tahun
3. Benih memiliki mutu daya kecambah di atas 80%


Secara teknis, untuk memperoleh benih dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengumpulan benih
Benih dikumpulkan dengan cara memungut benih yang jatuh atau benih dapat dibantu dengan memasang jarring dibawah tajuk pohon induk. Selain itu, benih dapat diperoleh dengan memanen buah-buah matang fisiologis. Buah matang ditunjukkan apabila pada satuan pohon indukan dijumpai sekitar 10 - 20% buah-buah telah pecah.

Buah hasil pemanenan dikeringkan dilantai. Setelah buah pecah, benih dikumpulkan untuk segera dikecambahkan. Bila benih bersumber dari hutan alam, kelembaban benih harus dijaga dengan bantuan pengemasan benih yang dicampur dengan serbuk gergaji basah.

b. Penyemaian benih
Benih yang diperoleh dari hasil pungut benih jatuh atau hasil panen buah matang, dibersihkan dari kotoran dan dilakukan proteksi dari kemungkinan tercemar oleh penyakit (jamur atau bakteri) dengan membersihkan dan atau merendam dengan pestisida (fungisida atau bakterisida).

Proses penyemaian benih tanaman penghasil gaharu dapat dipola dalam 2 (dua) teknik sebagai berikut :

1). Bak Semai
Siapkan bak semai plastik dan media tumbuh dengan bahan terdiri dari campuran tanah dengan kompos organik (1:2). Aduk secara merata campuran media tumbuh tersebut. Setelah itu, taburkan benih yang telah direndam pestisida/hormone tumbuh, lalu tutup setebal sekitar 1 cm dengan pasir zeolit dan idealnya benih-benih terinokulasi "endomikoriza". Selanjutnya, pelihara benih pada bak semai dengan penyiraman air minimal 1 kali per hari. Biarkan benih-benih tumbuh pada bak semai hingga menghasilkan anakan tingkat semai berdaun 3 - 4 helai.

2). Bedeng Tabur
Dalam skala lapangan, perkecambahan benih dapat dilakukan oleh masyarakat dalam bedeng tabor. Caranya adalah bedeng tabor dibuat dengan ukuran lebar 1 m dan panjang 2 - 3 m atau disesuaikan dengan tersedianya benih. Bedeng taburideal bermediakan campuran tanah, kompos organik, dan pasir halus yang bersih dan steril. Sebelum digunakan, sebaiknya bahan media djemur dibawah terik matahari selama 2 -3 hari. Jangan lupa, tambahkan pestisida melalui penyiraman. Setelah itu, taburkan benih secara merata pada bedeng tabor. Selanjutnya, tutup media dengan ketebalan 1 cm.

Benih yang telah disemai perlu dipelihara dengan baik. Untuk itu dilakukan penyiraman dengan interval 1 kali per hari agar kondisi kelembaban stabil. Tutup bedengan dengan plastik transparan. Setelah benih mulai tumbuh, lepaskan plastik penutup. Biarkan benih-benih tumbuh optimal hingga menghasilkan 3-4 daun.

3). Pemeliharaan bibit semai
Siapkan polibag yang telah diisi media campuran tanah permukaan dengan kompos organik (1:1). Setelah itu, lakukan pencabutan anakan semai, baik dari hasil pertumbuhan pada bak semai atau bedeng tabor, secara hati-hati dan langsung tanamkan ke dalam polibag.

Bibit semai yang sudah ditanam dalam polibag, selanjutnya dipindahkan pada bedeng persemaian atau dalam skala lapangan dibawah sungkup plastik dengan naungan paranet. Usahakan cahaya masuk sekitar 60%. Pelihara hingga anakan mencapai kondisi siap tanam dengan tinggi bibit rata-rata sekitar 30 cm. untuk membantu kecepatan pertumbuhan dapat dibantu dengan perlakuan pemupukan lewat daun. Untuk menghindari kemungkinan gangguan penyakit, lakukan penyemprotan pestisida kimia (fungisida/bakterisida), atau sesuai jenis gangguan dapat digunakan pestisida organik.(aat.Sambas

Sumber : http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pengadaan-benih-gaharu-secara-generatif

Sei Tubu Kembangkan Kopi dan Gaharu


 

Sei Tubu Kembangkan Kopi dan Gaharu 

Melalui program Gerbang Dema kecamatan, tiap kepala keluarga diberikan 150 bibit kopi dan gaharu setiap tahun sejak tahun 2006.

Camat Mentarang Marson L Langub mengatakan, kondisi geografis dan budaya warga desa di Sei Tubu dengan desa lain di wilayah Mentarang berbeda. Dengan begitu, jenis komoditas unggulan yang dikembangkan juga lain dibanding 10 desa lainnya di wilayah Mentarang.

Untuk 5 desa di Sei Tubu yang masuk perwakilan Kecamatan Mentarang, telah dikembangkan kopi dan gaharu, sementara di desa lain dikembangkan padi adan dan kakao.

Selama sepekan terakhir di bulan September lalu, Marson L Langub yang didampingi Kepala KCDP Mentarang, dan petugas kesehatan dari Puskesmas, melakukan kunjungan sekaligus monitoring realisasi program Gebang Dema khususnya di 3 desa, daerah Sei Tubu Mentarang, yakni Long Nyau, Long Ranau, dan Long Pada.

Ia mendapati tanaman kopi maupun gaharu yang dikembangkan warga di Sei Tubu sejak 2006 berkembang bagus.

Dari 5 desa di Sei Tubu, sudah dikembangkan sekitar 27 tanaman hektare kopi dan 27 hektare gaharu.

"Untuk bibit yang ditanam sejak tahun perintisan (2006) kini sudah tumbuh hingga mencapai 1 meter. Tahun 2009 nanti, khususnya kopi diharapkan sudah berbuah." ungkapnya.

Sebenarnya, pihak kecamatan bisa memberikan bibit kopi dan gaharu lebih banyak lagi. Seperti, program kakao, tiap KK mengembangkan seluas setengah hektare per tahun dari Gerbang Dema kecamatan dan desa.

Namun warga di 5 desa Sei Tubu mengaku belum sanggup sehingga hanya diberikan 300 pokok bibit gaharu dan kopi tiap KK.

"Pertama ditawari bibit, tiap KK bahkan cuma sanggup 200 pokok. Tetapi kita menambah menjadi 300 pokok per KK," katanya.

Dikembangkannya tanaman kopi dan gaharu ini, merupakan implementasi program Gerbang Dema untuk mewujudkan masyarakat mandiri. Dengan sistem ini, secara bertahap mengubah pola warga setempat yang terbiasa masuk-keluar hutan mencari gaharu.

Sumber :  http://perkebunan.kaltimprov.go.id/berita-349-.html

Bupati Nunukan: “Gading Gajah Boleh Menguning Tapi Pohon Sawit Tidak Boleh”

Bupati Nunukan: “Gading Gajah Boleh Menguning Tapi Pohon Sawit Tidak Boleh”

 Ketika dalam perjalanan ke tempat diresmikannya perumahan Komunitas Adat Terpencil (KAT), Bupati Nunukan Drs. Basri dan rombongan melewati perkebunan kelapa sawit, baik milik perusahaan maupun milik perorangan yang sangat luas.

Tentu, rasa gembira Bupati tak bisa dibendung khususnya ketika melihat kebun sawit masyarakat karena Bupati tahu kalau ke depan kebun tersebut akan berproduksi dan pastinya akan mengdongkrak income masyarakat yang bermukim di daerah itu yang selama ini hanya menggantungkan hidupnya dari hasil hutan yakni berburu, mencari Gaharu dan rotan.

Hanya saja yang disesalkan Bupati, banyak kebun masyarakat tidak terurus, rumputnya lebih tinggi daripada tanaman sawitnya yang mengakibatkan beberapa daun kelapa sawitnya kelihatan menguning.

"Gading Gajah boleh menguning tapi pohon kelapa sawit tidak boleh, pohon sawit ini seharusnya tumbuh dengan daun nan hijau agar kalau berbuah jadinya banyak," kata bupati sambil melirik ke beberapa anggota DPRD yang menyertai dirinya dalam kunjungan tersebut yang berasal dari beragam warna partai. Syafri HB

Sumber : http://suaraakarrumput.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2391&catid=3&Itemid=37

Wapres Dukung Perkebunan Gaharu di Bangka Tengah

Wapres Dukung Perkebunan Gaharu di Bangka Tengah

Upaya pengembangan tanaman gaharu di Bangka Tengah semakin diminati masyarakat. Permintaan bibit gaharu pun terus bertambah. Bahkan, masyarakat berusaha untuk menyemai bibit gaharu sendiri dari gaharu alam yang tumbuh di kebun-kebun warga.

Usaha ini juga mendapat dukungan penuh dari Wapres, Boediono dalam acara kunjungan kerja di Desa Namang, Sabtu (22/1/2011). Bahkan Wapres, secara simbolis melakukan penanaman tanaman gaharu di halaman TK/TPA Al Quran Namang.

Wapres Boediono, di dalam acara dialog bersama warga di Desa Namang, mengatakan, pemerintah dan masyarakat harus mulai berpikir untuk mencari usaha perekonomian baru selain timah. Karena menurut Boediono, timah suatu saat akan habis.

Menurut Boediono, usaha perkebunan merupakan suatu alternatif yang tepat pasca timah termasuk tanaman gaharu dan madu pelawan. "Usaha perkebunan berupa penanaman pohon madu pelawan serta gaharu akan membantu melestarikan lingkungan. Dan ini merupakan sumber perekonomian yang berkelanjutan yang perlu dikembangkan pasca timah," ungkapnya. (*)

Sumber : http://www.tribunnews.com/2011/01/23/wapres-dukung-perkebunan-gaharu-di-bangka-tengah

Pembangunan Kebun Percontohan GAHARU Sistem Agroforestry di Kecamatan Muara Bengkal Kaltim

proposal gaharu

Proposal Proyek
Pembangunan Kebun Percontohan Sistem Agroforestry di Kecamatan Muara Bengkal

A. Latar Belakang

Tumbuhan penghasil gaharu di Kalimantan Timur didominasi jenis Aquilaria malaccensis, selain itu terdapat pula jenis A. beccariana dan A. microcarpa. Tumbuhan penghasil gaharu yang terdapat di Kaltim diperkirakan lebih dari tiga jenis yang ditemui di daerah Samboja, Muara Wahau, Kota Bangun, Muara Kaman, Tanah Grogot, Sangkulirang dan Malinau serta daerah lain berdasarkan informasi dari pemungut gaharu di hutan alam.

Di Muara Bengkal sendiri pernah dijumpai pohon penghasil gaharu di ladang milik petani, pada ketinggian tanah 500-1000 m dpl, sedangkan untuk jenis A. malacensis dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl. Pengamatan sebaran Aquilaria spp. yang dilaksanakan oleh Soehartono dan Newton (2000), dari 100 plot yang ada di Kalimantan, 95 plot ditemukan di Kaltim. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa Aquilaria spp. tumbuh tersebar merata di Kaltim dan tidak menutup kemungkinan dapat pula dikembangkan di Muara Bengkal.

Dari hasil penelitian jenis jamur yang berperan dalam proses pembentukan gubal gaharu di Kaltim adalah Fusarium oxysporum dan Acremonium sp. Peneliti di Balai Besar Dipterokarpa (BBD) di Samarinda telah berhasil menularkan jamur Fusarium sp. pada pohon gaharu umur 9 tahun dan pada tahun ke-11 gubal gaharu bisa dipanen. Di Riau pohon gaharu umur 5 tahun sudah bisa diinokulasi dengan catatan batang gaharu sudah berdiameter sekitar 10 cm, yang mana batang pohon dibor terlebih dahulu, lalu ditulari jamur penyebab terbentuknya gubal gaharu.

Dalam prosiding temu usaha gaharu di Samarinda yang disampaikan Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat dimuat, bahwa negara yang menjadi tujuan ekspor gaharu Indonesia dalam jumlah besar adalah Eropa, Arab dan Cina. Manfaat gaharu dalam dunia perdagangan antara lain :
1. Sebagai bahan industri obat-obatan, digunakan untuk obat sakit kuning, penenang, sakit ginjal, kanker, obat gosok dan sebagai antibodi
2. Sebagai bahan parfum, digunakan untuk komponen minyak wangi, pengharum ruangan dan setanggi (dupa)
3. Sebagai bahan kosmetik, digunakan untuk rias kulit dan wajah, serta cairan penutup muka (astringent)
4. Kulit batang tumbuhan penghasil gaharu juga dapat digunakan sebagai bahan anyaman seperti tas, topi, keranjang dan tali

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan program Gerdabangagri di Kutai Timur turut mengalami perubahan cara pandang, kini masyarakat dipandang sebagai salah satu aktor utama (stakeholder) yang memiliki peran dan fungsi strategis dalam pembangunan. Pelaksanaan pembangunan maupun Gerdabangagri yang berbasis agribisnis dilaksanakan tidak hanya pada daerah-daerah yang mudah terjangkau secara transportasi, tetapi juga dilaksanakan pada daerah yang terisolasi.

Sudah lama diyakini bahwa hutan itu adalah penghasil kayu saja, kayu menyita porsi paling besar masyarakat ketika berbicara tentang hutan. Sekarang ini maraknya penebangan liar (illegal logging) dan masalah-masalah yang diakibatkan, maka perlu dipikirkan dan mengubah paradigma bahwa bisnis kehutanan dengan hasil hutan non kayu dapat memberi hasil real benefit hingga perlu dipahami masyarakat umum. Apalagi dengan penerapan system agroforestry masyarakat tidak hanya menyandarkan produk hasil hutan non kayu saja, ada tanaman perkebunan maupun tanaman pertanian yang bermanfaat dan memberikan tambahan pendapatan. 

Pengembangan gaharu dapat dilakukan melalui berbagai pola pengembangan dengan mengoptimalkan ruang tumbuh hutan dan lahan. Selanjutnya pengembangan budidaya gaharu agar berhasil secara berkelanjutan harus disertai dengan upaya pemberdayaan kelompok tani dengan pengembangan SDM, pemberdayaan permodalan yang sifatnya mendidik, pengembangan kelembagaan dan kemitraan.
B. Tujuan
Maksud pengembangan budidaya gaharu dengan system agroforestry adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan dan melestarikan jenis tanaman penghasil gaharu. Selain itu juga untuk menumbuhkembangkan kemampuan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat petani secara berkelanjutan.
C. Startegi Pengembangan Gaharu Dengan Sistem Agroforestry
Untuk tercapainya tujuan pengembangan budidaya gaharu oleh masyarakat petani perlu suatu strategi, yaitu:
  1. Mengembangkan dan Meningkatkan Produktivitas Lahan Masyarakat Petani
Selain sebagai investasi masa depan, tanaman gaharu juga dapat memulihkan dan memperbaiki penutupan lahan. Gaharu pada umur 5-6 tahun tanaman sudah dapat ditulari jamur yang berperan dalam proses pembentukan gubal gaharu sehingga pada umur 7-8 tahun sudah bisa dipanen secara berkala pada tahun-tahun berikutnya. Untuk menunggu panen gaharu, petani dapat menanam tanaman pertanian di sela tanaman gaharu atau tanaman buah.
  1. Pengembangan Kualitas Sumberdaya Masyarakat Petani
Melaksanakan pembinaan dan pendampingan kepada kelompok tani dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan motivasi untuk maju, sehingga lebih tanggap terhadap perubahan yang terjadi. Melaksanakan pembinaan seutuhnya, sehingga terwujud manusia berkualitas yang nantinya ke depan diharapkan mampu melakukan pengelolaan mandiri melalui lembaga seperti koperasi.
  1. Pemberdayaan Kelompok Tani
Pemberdayaan kelompok tani merupakan program pendidikan yang ditujukan kepada petani yang dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan, dengan menerapkan prinsip menolong diri sendiri (self-help) yang berlandaskan pada peningkatan kemampuan menghasilkan pendapatan, sehingga mereka mampu menjangkau sumberdaya, permodalan, teknologi dan pasar.
  1. Pemberdayaan Dalam Permodalan
Diharapkan kepada Pemerintah Daerah ataupun Lembaga yang menjembatani Pemerintah dapat memfasilitasi permodalan awal sebagai simulator dalam pengembangan budidaya gaharu dengan system agroforestry, selain itu juga ke depan Pemerintah diharapkan membantu membuat peraturan yang mengatur kedaerahan antara lain menyangkut penetapan lokasi pengembangan.
  1. Menyelenggarakan Pelatihan/Penyuluhan/Pendampingan
Untuk mempercepat berkembangnya usaha budidaya gaharu dengan system agroforestry, maka diperlukan masyarakat petani yang menguasi teknologi budidaya pengelolaan tanaman gaharu dan pengelolaan pasca panen. Penyuluhan nantinya bisa bekerja sama dengan instansi terkait seperti Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sengata dan mengundang ahli gaharu dari Balai Besar Dipterokarpa di Samarinda ataupun dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Untuk pelatihan dapat dilaksanakan oleh beberapa petani yang terpilih mewakili dengan pendamping dan narasumber yang berpengalaman melakukan penelitian/penanaman gaharu.

Sumber : http://edwinmalacenis.blogspot.com/2009/03/proposal-gaharu.html

Kegigihan Haji Arfan Dalam Melestarikan Gaharu di NTB

Kegigihan Haji Arfan Dalam Melestarikan Gaharu

PEPATAH tua “sudah gaharu, cendana pula” bisa dipastikan menunjukkan betapa dikenalnya kedua jenis tanaman tersebut. Namun, selama ini yang dikenal dengan baik sebagai tanaman yang bernilai tinggi hanyalah kayu cendana. Sedang tanaman gaharu tidak banyak yang tahu kegunaannya, apalagi jika tanaman itu tumbuh sehat tanpa cacat, yang berarti nyaris tak punya nilai ekonomi.Hingga seperempat abad lalu, gaharu (Aquilaria spp) yang banyak dijumpai di hutan Indonesia itu, tumbuh nyaris tanpa gangguan.

Dalam proses pertumbuhannya, alam membuatnya tidak tumbuh normal, dalam arti, gangguan alam menyebabkan gaharu terinfeksi penyakit yang kemudian diketahui menghasilkan gubal gaharu. Gubal gaharu yang mengandung damar wangi (Aromatic resin) untuk bahan baku beraneka jenis wewangian inilah yang kemudian mendorong perburuan gaharu.



Sejak tahun 1970-an, perburuan gaharu mulai dilakukan besar-besaran karena nilai ekspor gubal yang tinggi. Lalu, dalam waktu 10-15 tahun setelah itu, tanaman gaharu di Indonesia mulai terancam punah, terutama karena belum dikenalnya teknologi budidaya gaharu dan teknologi memproduksi gubal. Apalagi meluasnya perburuan kayu gaharu dilakukan dengan penebangan yang sia-sia. Artinya, banyak pohon gaharu yang tidak mengandung gubal ditebang dan mati.

Melihat kenyataan itu, Haji Arfan (63) di Dusun Lembah Sari, Desa Pusuk, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat/NTB), terdorong membudidayakan pohon gaharu. Terutama melihat kenyataan hutan Pusuk yang diketahui baik untuk vegetasi gaharu, nyaris tidak lagi ditemui gaharu. Dengan mengumpulkan anakan dan biji gaharu dari sisa-sisa pohon gaharu yang masih tumbuh di hutan Pusuk, ia kemudian gigih membudidayakan tanaman itu. Setidaknya, sejak tahun 1992 muncul harapan tanaman gaharu bisa dilestarikan. Apalagi, usaha itu didukung serangkaian penelitian Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram), Dinas Kehutanan NTB, bahkan Departemen Kehutanan.

Paling tidak, tanaman gaharu tumbuh subur di hutan Pusuk pada areal sekitar 60 hektar yang ditanam bekerja sama dengan Dinas Kehutanan dan 20 hektar yang ia tanam sendiri. Belum lagi dari jutaan bibit yang ia hasilkan, bukan saja tumbuh di hutan dan kebun, tapi juga di pekarangan penduduk terutama di Pulau Lombok.

USAHA membudidayakan gaharu tidak lepas dari ketekunannya bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya bersama istri dan 12 anaknya. Ketekunan berusaha itu terlihat sejak Arfan menjadi pengusaha kayu bakar tahun 1963-1975. Setiap hari ia membeli sekitar 100 meter kubik (m3) kayu bakar dari penduduk dan dijual tiga kali seminggu ke Mataram, ibu kota NTB yang jaraknya sekitar 20 km dari Pusuk.

Ketika itu ia mengetahui di kawasan hutan Pusuk semakin sulit dijumpai tanaman gaharu. Kalaupun ada tanaman di kebun masyarakat, tidak terawat dengan baik. Karena itu, ia merelakan sebagian waktunya untuk mencegah kepunahan kayu tersebut dengan melakukan budidaya pembibitan dan penanaman pohon gaharu.

Bagi Arfan, kegiatan membudidayakan tanaman hutan bukan hal asing. Sejak tahun 1978, ketika ia diangkat menjadi tenaga honorer sebagai mandor hutan pada Dinas Kehutanan Lombok Barat, ia biasa membibitkan tanaman penghijauan/reboisasi seperti mahoni, sonokeling, sengon, dan tanaman buah. Bibit tanaman itu dijual kepada Dinas Kehutanan dan masyarakat yang membutuhkan, untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya.

Di sela-sela tugasnya itu, sejak tahun 1992 Arfan mengumpulkan anakan dan biji gaharu dari hutan Pusuk dan membibitkan serta menanamnya pada kebun di pekarangan rumahnya. Namun diakui, kegiatan ini tidak mudah karena kegagalan tidak jarang dialami akibat kurangnya pengetahuan tentang gaharu. Namun, ia terus mencoba hingga diketahui cara dan kondisi lingkungan yang baik untuk lokasi pembibitan gaharu.

Pada awalnya bibit gaharu dijual dengan harga Rp 100 per pohon. Baru belakangan ia memperoleh harga Rp 2.500.

“Tapi, bibitnya sudah mulai sulit dicari dan sekarang paling banyak sekitar 25.000 bibit/anakan setahun,” jelas Arfan.

 Dalam menjalankan kegiatannya, usahanya Arfan tidak selalu berjalan mulus. Misalnya, tanaman gaharu yang ia kembangkan pernah habis dijarah. Namun, hal itu tidak menyurutkan keinginannya mengembangkan budidaya gaharu. Bahkan, berbekal honor sebagai mandor hutan dan sebagai buruh pada kegiatan reboisasi serta hasil penjualan tanaman bibit penghijauan ia meneruskan usahanya.
***

MESKI kegiatan yang dilakukan selama ini membuat Arfan meraih Penghargaan Kalpataru 2002, namun ia berterus terang sukses yang diraih itu tidak lepas dari kerja sama dengan berbagai pihak. Bahkan, lewat kerja sama dengan Dinas Kehutanan Lombok Barat tahun 1995, ia terlibat dalam proyek percontohan budidaya gaharu di hutan Pusuk pada areal 60 hektar.

Bantuan uang pemeliharaan Rp 5 juta per tahun dari Dinas Kehutanan, bisa ia sisihkan sebagian untuk mengembangkan sendiri budidaya tanaman gaharu. Pada areal 20 hektar juga di hutan Pusuk, tanamannya kini berusia 6-7 tahun.

Kebun gaharu ini kemudian lewat kerja sama dengan Universitas Mataram dijadikan lokasi penelitian tanaman gaharu Fakultas Pertanian dan Laboratorium Bioteknologi Unram. Di kebun inilah Unram meneliti proses terjadinya gubal gaharu yang menghasilkan teknologi gubal gaharu.

Hasil penelitian itu yang kemudian mempercepat proses berkembangnya minat masyarakat menanam gaharu. Karena dengan ditemukannya sejenis jamur yang bisa menyebabkan pohon gaharu terinfeksi penyakit lalu menghasilkan gubal. Dalam hal ini, Arfan bersama sekitar 10 orang rekannya di Desa Pusuk, menyediakan bibit yang disebarluaskan ke berbagai daerah di NTB, bahkan ke luar NTB.

Sementara Dr Ir Parman, Kepala Laboratorium Bioteknologi Unram, menyediakan sejenis jamur yang disuntikkan ke batang pohon agar menghasilkan gubal. Oleh sebab itu, kalangan pengusaha, aparat kehutanan dan pemerintah daerah serta masyarakat mendukung upaya budidaya yang dikaitkan dengan pengembangan hutan kemasyarakatan. Bahkan, dengan tersedianya tenaga ahli dan temuan rekayasa untuk memproduksi gubal oleh Dr Ir Parman, Pulau Lombok diharapkan menjadi salah satu pusat pengembangan tanaman gaharu.

Harapan Arfan, tentu saja masyarakat berkenan mengikuti jejaknya. Karena bukan saja tanaman gaharu bisa dilestarikan, tapi juga memberi penghasilan yang tidak bisa dibilang kecil. Dengan harga bibit Rp 2.500 per pohon, lalu menyediakan dana untuk menyuntikkan jamur dengan biaya sekitar Rp 50.000 untuk setiap pohon. Jika suntikan berhasil dan terbentuk gubal, keuntungan pemilik pohon bisa dibayangkan jauh sebelumnya. Setidaknya, satu kilogram gubal kualitas utama harganya sekitar Rp 2 juta-Rp 3 juta. Namun, iming-iming ini belakangan tidak mendorong seluruh lapisan masyarakat ikut mengembangkan gaharu. Yang justru memprihatinkan Arfan ialah ulah segelintir orang yang justru bisa membuat warga enggan membudidayakan gaharu.

Ini terutama karena masih banyak orang yang lebih memilih jalan pintas agar lebih cepat memperoleh keuntungan tanpa kerja keras. Mereka itulah yang kemudian menjarah tanaman gaharu di hutan, kebun dan pekarangan.

“Bayangkan saja, tanaman gaharu setinggi satu meter dicuri dan belum tentu bisa hidup lagi,” jelasnya kecewa.

Paling tidak, kejadian itu membuat Arfan merasa gagal mendorong masyarakat meningkatkan taraf hidup dengan kerja keras dan ketekunan. Keteladanannya akan semakin tidak dirasakan jika sikap masyarakat seperti itu tidak segera dihentikan. Apalagi jika kemudian menjadi pendorong punahnya kembali tanaman gaharu. [vb-01/kompas/foto:istimewa]

Sumber : http://www.vivaborneo.com/kegigihan-haji-arfan-dalam-melestarikan-gaharu.htm

Dwi Abdi, Pembudidaya Gaharu dari Lingga: Dulu Ditertawakan, Sekarang Diikuti

Dwi Abdi, Pembudidaya Gaharu dari Lingga: Dulu Ditertawakan, Sekarang Diikuti

Sejak tahun 2002 lalu, Dwi Abdi mengembangkan budi daya tanaman Gaharu, di Desa Penuba, Lingga. Awalnya, aktivitas ini ditertawai teman dan beberapa pejabat. Tapi, kini, sebaliknya. Mereka mengikuti jejaknya.

Menurut pria yang juga Kepala Desa Penuba, Lingga, ini, sekitar 10 tahun bertahan, telah banyak pengusaha ingin membeli Gaharunya. Bahkan, ada yang berani menawar Rp5 miliar untuk keseluruhan batang Gaharunya. Tapi, dia belum bersedia menjualnya. Budidaya Gaharu yang di rintis, dilalui penuh suka duka.

Bermodalkan dua hektare lahan dan mendapat arahan Prof DR Ir Ervizal AM Zuhud MS, Kepala Bagdin Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan dan Konsevasi Sumber Daya Hutan, Institut Pertanian Bogor (IPB), mulailah dia mencoba budidaya dengan berbagai rintangan.
Dalam perjalanannya, Dwi Abdi, tidak pernah putus asa.

Berbekal pengetahuan yang ada, kendala-kendala itu dapat diatasi dengan terus berkonsultasi.
Menurut Dwi, budidaya Gaharu selain untuk mempertahankan populasinya dan memanen Gaharunya dengan pola baru, tapi juga berusaha untuk mengambil manfaat dari dari pohon itu. Seperti buah, bijih, bunga, batang, akar dan daunnya yang mengandung banyak khasiat kesehatan.
Seperti kulit buahnya akan dikembangkan untuk obat herbal yang berdasarkan riset terbukti mampu mencegah stroke dan darah tinggi.

Dwi ternyata tidak bekerja sendirian dan memanfaatkan ilmu untuk kepentingan pribadi saja. Ilmunya ia berikan pula kepada kawan-kawan dan warganya yang berkeinginan mengembangkan budidaya Gaharu di Lingga.
Seperti, Ketua DPRD Kabupaten Lingga, Kamaruddin Ali, Ketua Bappeda Kabupaten Lingga M Izhak, Kapolsek Lingga Karyono, Pak Kamarul dan Pak Saparuddin di wilayah Singkep.

”Alhamdulillah, sebagian kawan-kawan sudah mulai mengikuti jejak saya. Saya berharap masyarakat Desa Penuba dapat memanfaatkan peluang usaha ini dan tidak larut dalam hiruk pikuk pertambangan saja,’’ kata Dwi saat ditemui di Tanjungpinang, Sabtu (21/4) malam.

Ke depan, ujarnya, Kabupaten Lingga dapat menjadi sentra budidaya dan penghasil Gaharu terbesar di Kepri. Karena nilai ekonomisnya sangat tinggi sekali bagi mendorong tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Bupati Lingga Daria saja menyambut baik budidaya Gaharu yang ditekuninya. Dari sisi manfaat, sejak dahulu kala Gaharu sudah digunakan kalangan elit kerajaan, maupun masyarakat, dan suku pedalaman di Sumatera dan Kalimantan.

Gaharu punya nilai budaya, dan ekonomi yang cukup tinggi.  Antara lain dalam bentuk dupa untuk acara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan herbal, parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasdit sebagai anti asmatik, anti mikrobdi, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan.
Persoalannya sekarang, masih banyak yang belum tahu komoditi Gaharu itu, karena sempat masanya redup.

”Populasi Gaharu nyaris berkurang. Penyebabnya perburuan Gaharu jauh lebih besar daripada produksinya. Para pemburu Gaharu main tebang untuk mendapatkan gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum,” ujarnya.

Padahal, tidak semua bagian kayu atau akarnya mengandung Gaharu. Yang ada Gaharunya itu hanya bagian yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur.

”Kurangnya pemahaman dan harga yang sangat fantastik, mendorong pemburu Gaharu melakukan cara-cara yang instan, main asal tebang saja sampai rata dengan tanah,’’katanya.

Kata Dwi, budidaya Gaharu mulai lagi hangat diperbincangkan. ”Sebelumnya, tidak,” bebernya. Bahkan, banyak orang kurang peduli. Padahal, pangsa pasar Gaharu saat ini, untuk  kualitas super di pasaran lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan, Kalimantan Timur mencapai Rp40 juta sampai Rp50 juta per kilogram. ”Itu tertinggi, masih ada kualitas lainnya,” ungkapnya.
Dijelaskan Dwi, Indonesia adalah negara pengekspor Gaharu terbesar di dunia. ”Padahal itu baru 20 persen saja yang bisa dipenuhi Indonesia,” ungkapnya.

Sentra Gaharu Terbesar

Untuk itu, rencana Pemkab Lingga mengembangkan budi daya Gaharu dalam skala besar, perlu didukung bersama, baik masyarakat, lembaga penelitdin, perguruan tinggi, dan LSM konservasi. Prospek untuk mengembalikan Gaharu menjadi komoditi andalan sebenarnya sangat terbuka dengan ditemukannya teknologi rekayasa inokulasi.
Kata Dwi, produksi Gaharu dapat direncanakan dan dipercepat melalui induksi jamur pembentuk
Gaharu pada batang dan akar pohon.

Caranya dengan memasukan jamur pada batang dan akar yang sengaja dilobang, lalu ditutup kembali dengan kayu dan lakban, kemudian dibiarkan selama satu tahun. Gubal Gaharu pun sudah bisa dipanen. Semakin lama dibiarkan, kwalitas gubal Gaharu semakin baik. Dengan demikian, tiap hektare Gaharu yang sudah berumur di atas lima tahun dan sudah diinduksi jamur, maka sudah dapat diproyeksi nilai ekonominya.

”Saya orang pertama yang sudah menerapkan teknologi rekayasa inokulasi itu di Kepri. Jamur itu  Saya peroleh berkat informasi dari pihak IPB. Dengan begitu, tidak dapat dipungkiri,’’ katanya.

Dari hasil penjualan jamur, kata Dwi, ia memperoleh keuntungan. Meskipun sedikit, tetapi ia merasa senang sekali karena teknologi itu ternyata diikuti oleh kawan-kawan.
Pesanan jamur dan permintaan untuk memasukan jamur ke batang dan akar Gaharu pun sudah mulai berdatangan.

”Sekarang, selain melakukan budi daya, menerima pesanan jamur, memasarkan bibit Gaharu dan  obat herbal kulit buah Gaharu, kedepan yang ingin Saya kembangkan lagi adalah teh Gaharu,” pungkasnya.  (Zekma) (112)

foto : Kepala Desa Penuba, Dwi Abdi berada di kebun Gaharu miliknya di Penuba, Kabupaten Lingga
Sumber : http://www.batampos.co.id/index.php/2012/04/23/dwi-abdi-pembudidaya-gaharu-dari-lingga-dulu-ditertawakan-sekarang-diikuti/

Dishut Kaltim Siapkan Bibit Gaharu

Dishut Kaltim Siapkan Bibit Gaharu
[Senin,06 Agustus 2012]

Potensial Dikembangkan di Sejumlah Kabupaten

Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak menginstruksikan sejumlah kabupaten yang memiliki lahan potensial untuk mengembangkan budidaya pohon gaharu (Aquilaria malaccensis). Mendukung rencana tersebut, Dinas Kehutanan Kaltim siap menyediakan bibit persemaian pohon gaharu.

"Kami berencana mengadakan pembibitan gaharu. Sudah dilakukan penyemaian bibit di salah satu UPTD kami. Hal itu sesuai instruksi gubernur saat melakukan kunjungan kerja di Nunukan beberapa waktu lalu. Kita akan coba kembangkan budidaya pohon gaharu di sejumlah kabupaten yang lahannya potensial," ujar Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Khairil Anwar, Senin (6/8).

Khairil menjelaskan, gaharu merupakan salah satu dari hasil hutan yang dapat dibudidayakan di lahan-lahan yang memang potensial. Gaharu juga dapat menjadi komoditas unggulan yang bila dikembangkan dengan baik, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin (digunakan dalam indsutri parfum karena berbau harum), sehingga gaharu dikenal memiliki nilai ekonomi yang sangat baik karena banyak diperdagangkan dengan harga jual yang sangat tinggi.

"Harga getah gaharu di pasaran antara Rp5-20 juta/kilogram. Setiap pohon bisa menghasilkan tiga hingga lima kilogram getah gaharu. Apalagi pohon gaharu memiliki sifat tumbuh yang tidak berbeda dengan tanaman hutan lainnya, sehingga mudah dibudidayakan dan dapat ditanam di pekarangan rumah," jelasnya.

Saat ini Nunukan sudah mengembangkan budidaya gaharu yang dipelopori oleh Bupati Nunukan M Basri diatas lahan seluas kurang lebih dua hektare. Saat kunjungan kerja gubernur ke wilayah utara Kaltim pada Juli lalu, gubernur menyempatkan diri melihat perkebunan budidaya gaharu tersebut.
Pada kesempatan itu gubernur langsung meminta kepada Dinas Kehutanan Kaltim untuk mengadakan bibit gaharu untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat melalui kelompok tani. Gaharu sangat potensial dikembangkan di Kaltim, karena gaharu dapat tumbuh dengan baik di kawasan hutan hujan
tropis.

"Masyarakat harus dapat mencontoh, karena dengan mengembangkan budidaya gaharu ini masyarakat diuntungkan dengan nilai ekonomi gaharu yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya," ujar Awang memberi motivasi. (her/hmsprov).

Foto : Kalimantan Timur potensial untuk budidaya perkebunan gaharu.(dok/humasprov kaltim)

 Sumber :http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=9445

Pohon Gaharu Masuk Deretan Komiditi Unggulan

Pohon Gaharu Masuk Deretan Komiditi Unggulan

NUNUKAN-Bupati Nunukan Drs Basri sedang gencar-gencarnya menggalakkan masyarakat untuk gemar menanam. Selain membantu program penghijauan lingkungan, aktivitas menanam berbagai jenis tanaman, digadang-gadang memiliki manfaat dan nilai ekonomis.

“Saya sendiri suka menanam. Bahkan jauh sebelum menjadi bupati. Hal ini saya lakukan bukan untuk mengejar keuntungan. Tapi bagaimana memberi contoh kepada masyarakat bahwa kegiatan menanam itu banyak manfaatnya,” ungkap bupati di sela-sela launching penanaman perdana Kebun Bibit Rakyat (KBD) di Desa Binusan, pagi kemarin (17/2).

Lanjut bupati, pemerintah daerah memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memilih jenis tanaman yang digemari untuk dikembangkan. Entah itu pohon sawit, kakao, karet, gaharu atau tanaman lain yang dianggap cocok untuk masyarakat itu sendiri.
Disampaikan, komoditi unggulan Nunukan masih dipimpin perkebunan kelapa sawit. Disusul kakao, pohon karet dan pohon gaharu.

“Jadi silahkan masyarakat memilih tanaman apa yang paling cocok dan dianggap sesuai untuk dikembangkan. Kalau seperti pohon gaharu ini, saya kira dihalaman rumah pun kita bisa tanam. Yang penting gemar menanam dulu,” ajaknya.

Pria kelahiran Maros, Sulsel ini, turut terobsesi mengembalikan kejayaan Kecamatan Sebatik sebagai daerah penghasil kakao. Sementara Kecamatan Lumbis, pemerintah berkeinginan menghidupkan kembali pengembangan kopi unggulan di wilayah III tersebut.

Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Nunukan Ir Ady Karsono menjelaskan, KBR merupakan program pemerintah berbasis pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan. Program ini disasarkan untuk pemulihan kondisi daerah aliran sungai yang kritis.
“Program ini dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat. Bibit tanaman hasil KBR ini digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta kegiatan penghijauan lingkungan,” terangnya.

Lanjut diuraikan, pada tahun anggaran 2011 lalu, jumlah kelompok masyarakat yang terpilih mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 50 juta sebanyak 8 unit. Meliputi, 2 unit di Kecamatan Nunukan, 4 unit di Kecamatan Nunukan Selatan, dan Kecamatan Sebatik Barat 2 unit.

Satu unit kelompok KBR wajib menyediakan 50.000 batang bibit. “Tahun lalu, dari 8 unit KBR penerima bantuan, tersedia kurang lebih 400.000 batang bibit yang terdiri dari 93.000 bibit gaharu, 250.000 bibit karet, 40.000 batang jabon dan sisanya 17 batang bibit MPTs,” urai Ady. “Bibit yang bersumber dari KBR berasal dari biji. Bukan okulasi, tempelan atau sambungan,” tambahnya melengkapi.

Dalam kesempatan yang sama ketua kelompok KBR Karya Pemuda, H Senong mengungkapkan, bentuk perhatian pemerintah dibidang perkebunan sudah mulai terlihat. Bahkan pembangunan jalan tani sudah direalisasikan.
Namun sayang, pembangunan jalan tani tersebut tidak terlalu maksimal pengerjaannya. Dia kemudian meminta, dinas kehutanan lebih menegasi rekanan kerja kontraktor untuk memperbaiki kualitas kerja.

Adapula diantara kalangan petani yang hadir kemarin menyampaikan, mereka umumnya sangat membutuhkan lampu penerangan. “Walaupun kami tinggal di hutan, kami juga ingin punya lampu (listrik, red). paling tidak kami bisa membeli televisi dan dapat informasi luar,” pinta salah seorang petani di hadapan bupati. (dra/ngh)

Sumber : http://www.radartarakan.co.id/index.php/kategori/detail/Nunukan/22023

Sabtu, 04 Agustus 2012

GAHARU, PROSPEK DAN MANFAATNYA




GAHARU, PROSPEK DAN MANFAATNYA

Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, memiliki kandungan damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi secara alami atau buatan pada pohon Aguilaria sp (Thymelaeaceae).

GAHARU merupakan Komoditi Elit, Langka & Bernilai Ekonomi Tinggi
Gaharu merupakan produk ekspor. Tujuan ekspor adalah negara-negara di Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Singapore, Taiwan, Jepang, Malaysia.

Pohon Gaharu (Aquilaria spp.) adalah species asli Indonesia. Beberapa species gaharu komersial yang sudah mulai dibudidayakan adalah: Aquilaria. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, dan Gyrinops verstegii. serta A. crassna asal Camboja.


Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, antialergi, obat batuk, penenang sakit perut, rhematik, malaria, asma, TBC, kanker, tonikum, dan aroma terapi.

Pengelompokan gaharu:
1) Abu gaharu: Super, kemedangan A, Kacang, kemedangan TGC;
2) Kemedangan A, B, C, TGC , (BC), Kemedangan Putih,Teri Kacang (terapung); dan
3) Gubal gaharu tdr dari: Double Super, Super A, Super B, Kacang, Teri A, Teri B, dan dan Sabah (tenggelam).

Gaharu memiliki nilai harga mulai dari 100.000 – 30 juta/kg tergantung asal species pohon dan kualitas gaharu. Sedangkan minyak gaharu umumnya disuling dari gaharu kelas rendah (kemedangan) memiliki harga mulai dari 50.000-100.000/ml.

Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara berkelanjutan.

Jika satu pohon gaharu hasil budidaya menghasilkan 10 kg gaharu (semua kelas), maka diperlukan pemanenan 200.000 pohon setiap tahun.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Manfaatn gaharu  antara lain sebagai bahan pembuat  obat dan parfum.


Gaharu sangat di butuhkan di Negara Islam dan Arab, Wangi Parfum , Wanginya Tahan Lama, Aroma Terapi Menyegarkan Tubuh, Perayaan dan Undangan, Kecantikan – Sabun, Shampo Yang Harum Semerbak, Obat & Kesehatan – Biasa Digunakan di Pengobatan Tradisional Khususnya Dinegara China dan Jepang, Koleksi Pribadi – Untuk Ruangan Besar Khusus Eksklusif. Harga 1 Batang Pohon Agarwood bisa mencapai ribu-an dollar per kilo nya. Setelah Penyulingan Menjadi Minyak Harga Bisa Mencapai Sekitar USD 5,000 ~ USD 10,000/kg dan Setelah Dibuat Menjadi Cairan Extract Harganya Mampu Mencapai Lebih Dari USD 30,000 atau Rp. 300.000.000,- / Liter.

Manfaat gaharu:
  1. Aktivitas Kebudayaan – Islam, Budha, Hindu
  2. Perayaan Keagamaan – Kebanyakan di Negara Islam dan Arab
  3. Wangi Parfum – Wanginya Tahan Lama Banyak Diminati di Negara Eropa Seperti Daerah Yves Saint Laurent, Zeenat dan Amourage
  4. Aroma Terapi – Menyegarkan Tubuh, Perayaan dan Undangan
  5. Obat & Kesehatan – Biasa Digunakan di Pengobatan Tradisional Khususnya Dinegara China dan Jepang
  6. Koleksi Pribadi – Untuk Ruangan Besar Khusus Eksklusif
  7. Kecantikan – Sabun, Shampo Yang Harum Semerbak
Gaharu Sembuhkan Banyak Penyakit
Gaharu dikenal berasal dari marga tumbuhan bernama Aquilaria. Di Indonesia tumbuh berbagai macam spesiesnya, seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, dan A. Filaria.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Salah satu manfaatnya merupakan fungsi flora ini sebagai obat.

Meningkatnya penggunaan obat-obatan dari bahan organik seperti tumbuhan (herbal), membuat gaharu semakin diminati sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.
Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik, tumor dan kanker.

Kini pengunaan gaharu sebagai obat terus meningkat. Tapi sayangnya hingga kini, Indonesia baru mampu memasok 15 persen total kebutuhan gaharu dunia.

Bahkan kini fungsi gaharu juga merambah untuk bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai kosmetik gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan untuk jenis super dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per kilogram. Di Indonesia tanaman ini dikelompokan sebagai produk komoditi hasil hutan bukan kayu.

Atas dasar itu, pengembangan gaharu sangat mendukung program pelestarian hutan yang digalakkan pemerintah. Investasi dibidang gaharu sendiri sebenarnya sangat menguntungkan. Gaharu bisa dipanen pada usia 5-7 tahun.



Salah satu hasil olahan dari daun pohon Gaharu yang banyak sekali khasiat dan kegunaannya

Untuk satu hektare gaharu hingga bisa dipanen, memerlukan biaya sebesar Rp 125 juta namun hasil panen yang didapat mencapai puluhan kali lipat. Budi daya gaharu sangat cocok dikembangkan dalam meningkatkan hasil hutan non kayu, sementara pasarnya sangat luas dan tidak terbatas. (ant/slg) (sumber:sinar harapan).

Imam Bukhari meriwayatkan bahawa Nabi Mohammad SAW bersabda: "Obatilah dengan menggunakan Oudh (gaharu) kerana didalamnya terdapat tujuh kebaikan."

Minyak gaharu juga memang terkenal sebagai antara ekstrak minyak paling mahal didunia hingga mencapai $20,000 dolar Amerika satu kilogram. Kegunaan perobatan maupun upacara kebesaran dalam Ayurvedik, Sufi, Cina, Tibet, Arab dan Yunani banyak menggunakan bahan daripada gaharu untuk tujuan yang sama.
  • Meningkatkan fungsi seksual dan merawat masalah yang berkaitan
  • Melegakan dan merawat sistem pernafasan – bagi penderita lelah, letih dan batuk dan kronik
  • Merawat kanker tumor dan kanker paru-paru
  • Melegakan insomnia (susah tidur) dan tidur yang kurang pulas
  • Mengontrol kandungan gula dalam darah bagi penderita diabetes
  • Merawat sistem limfa – sistem pertahanan badan
  • Mengawal dan menstabilkan tekanan darah tinggi
  • Mengurangi masalah sembelit, angin, cirit-birit dan IBS (perut sensitif)
  • Merawat masalah Ginjal
  • Tonik untuk menguatkan fungsi jantung
  • Merawat penyakit hati

GAHARU: HHBK yang Menjadi Primadona
Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup dapat diandalkan, khususnya apabila ditinjau dari harganya yang sangat istimewa bila dibandingkan dengan HHBK lainnya.  Nilai jual yang tinggi dari gaharu ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya.  Sebagai contoh, pada awal tahun 2001, di Kalimantan Timur tepatnya di Pujangan (Kayan) harga gaharu dapat mencapai Rp. 600.000,- per kilogram . 

Pada tingkat eceran di kota-kota besar harga ini tentunya akan semakin tinggi pula.  Kontribusi gaharu terhadap perolehan devisa juga menunjukkan grafik yang terus meningkat. Menurut Balai Pusat Statistik, rata-rata nilai ekspor gaharu dari Indonesia tahun 1990-1998 adalah sebesar US $ 2 juta, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi US $ 2.2 juta.

Gaharu dikenal karena memiliki aroma yang khas dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio (pelengkap sembahyang pemeluk agama Budha & Kong Hu Cu), obat, dan sebagainya.

Masyarakat awam seringkali mengaburkan istilah gaharu dengan pohon gaharu.  Menurut SNI 01-5009.1-1999 gaharu didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon, yang pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Nama daerah: Karas, Alim, Garu dan lain-lain).

Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, yaitu berupa bongkahan, chips dan serbuk.  Bentuk bongkahan dapat berupa patung atau bentuk unik (natural sculpture) atau tanpa bentuk sama sekali.  Demikian pula warnanya, bervariasi mulai dari mendekati putih sampai coklat tua atau mendekati kehitaman, tergantung kadar damar wangi yang dikandungnya dan dengan sendirinya akan semakin wangi atau kuat aroma yang yang ditimbulkannya.  Umumnya warna gaharu inilah yang dijadikan dasar dalam penentuan kualitas gaharu. Semakin hitam/pekat warnanya, semakin tinggi kandungan damar wanginya, dan akan semakin tinggi pula nilai jualnya.  Umumnya semakin hitam/pekat warna gaharu, menunjukkan semakin tinggi proses infeksinya, dan semakin kuat aroma yang ditimbulkannya. 

Namun pedoman warna dan aroma ini tidaklah mutlak, karena dalam kenyataannya, warna ini dapat diakali dengan penerapan pewarna, sedangkan aroma dapat diakali dengan mencelupkan gaharu ke dalam destilat gaharu.  Sehingga hanya pedagang-pedagang yang sudah berpengalaman dan sudah lama berkecimpung dalam perdagangan gaharu sajalah yang dapat membedakan antara gaharu yang tinggi kualitasnya dengan yang lebih rendah kualitanya (kemedangan).

Di Indonesia, gaharu yang diperdagangkan secara nasional masih dalam bentuk bongkahan, chips ataupun serbuk gaharu.  Masyarakat belum tertarik untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk olahan seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain, yang tentunya akan lebih meningkatkan nilai jualnya.

Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di daerah tropika dan memiliki marga Aquilaria, Gyrinops dan Gonystilus yang keseluruhannya termasuk dalam famili Thymelaeaceae.  Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Lao PDR, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia.  Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A. filarial). 

Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.  Marga Gonystilus memiliki 20 spesies, tersebar di Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Peninsula, Serawak, Sabah, Indonesia, Papua New Guinea, Philipina dan kepulauan Solomon serta kepulauan Nicobar. Sembilan spisies diantaranya terdapat di Indonesia yaitu: di Sumatera, Kalimantan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Marga Gyrinops memiliki tujuh spesies.  Enam diantaranya tersebar di Indonesia bagian timur serta satu spesies terdapat di Srilanka.

Penyebab timbulnya infeksi (yang menghasilkan gaharu) pada pohon penghasil gaharu, hingga saat ini masih terus diamati.  Namun, para peneliti menduga bahwa ada 3 elemen penyebab proses infeksi pada pohon penghasil gaharu, yaitu (1) infeksi karena fungi, (2) perlukaan dan (3) proses non-phatology.  Dalam grup yang pertama, Santoso (1996) menyatakan telah berhasil mengisolasi beberapa fungi dari pohon Aquilaria spp. yang terinfeksi yaitu: Fusarium oxyporus, F. bulbigenium dan F. laseritium.  Pada kasus 2 dan 3 muncul hipotesis yang menyatakan bahwa perlukaan pohon dapat mendorong munculnya proses penyembuhan yang menghasilkan gaharu. Tetapi hipotesis inipun masih memerlukan pembuktian.

Kualita Gaharu Indonesia secara nasional telah ditetapkan dalam SNI 01-5009.1-1999 Gaharu.  Dalam SNI tersebut kualita gaharu dibagi dalam 13 kelas kualitas yang terdiri dari :
  • Gubal gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (Mutu Utama = yang setara dengan mutu super; mutu Pertama = setara dengan mutu AB; dan mutu Kedua = setara dengan mutu Sabah super),
  • Kemedangan yang terbagi dalam 7 kelas kualita (mulai dari mutu Pertama = setara dengan mutu TGA/TK1 sampai dengan mutu Ketujuh = setara dengan mutu M3), dan
  • Abu gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (mutu Utama, Pertama dan Kedua).
Pada kenyataannya dalam perdagangan gaharu, pembagian kualitas gaharu tidak seragam antara daerah yang satu dengan yang lain, meskipun sudah ada SNI 01-5009.1-1999 Gaharu.  Sebagai contoh, di Kalimantan Barat disepakati 9 jenis mutu yaitu dari kualitas Super A (terbaik) sampai dengan mutu kemedangan kropos (terburuk).  Sedangkan di Kalimantan Timur dan Riau, para pebisnis gaharu menyepakati 8 jenis mutu, mulai dari mutu super A (terbaik) sampai dengan mutu kemedangan (terburuk). 

Penetapan standar di lapangan yang tidak seragam tersebut dimungkingkan karena keberadaan SNI Gaharu sejauh ini belum banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh para pedagang maupun pengumpul. Disamping itu, sebagaimana SNI-SNI hasil hutan lainnya,  penerapan SNI Gaharu masih bersifat sukarela (voluntary), dimana tidak ada kewajiban untuk memberlakukannya.

Pemanfaatan gaharu dari alam secara tradisional di Indonesia (Kalimantan dan Sumatera), akan menjamin kelestarian pohon induknya, yaitu hanya mengambil bagian pohon yang ada gaharunya saja tanpa harus menebang pohonnya.  Pemanenan Gaharu sebaiknya dari pohon-pohon penghasil gaharu yang mempunyai diameter di atas 20 cm.  Namun, sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar dan nilai jual dari gaharu, masyarakat lokal telah mendapat pesaing dari pebisnis gaharu dari tempat lain, sehingga mereka berlomba-lomba untuk berburu gaharu. 

Akibatnya, pemanfaatan gaharu secara tradisional yang mengacu pada prinsip kelestarian tidak dapat dipertahankan lagi.  Hal ini berdampak, semakin sedikitnya pohon-pohon induk gaharu.  Bahkan di beberapa tempat, gaharu telah dinyatakan jarang/hampir punah. Hal ini disebabkan oleh karena penduduk tidak lagi hanya menoreh bagian pohon yang ada gaharunya, tetapi langsung menebang pohonnya.  Diameter pohon yang ditebangpun menurun menjadi dibawah 20 cm, dan tentu saja kualita gaharu yang diperolehpun tidak dapat optimal.

Akibat semakin langkanya tegakan pohon penghasil gaharu, dalam COP (Conference of Parties) ke – 9 CITES (Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) di Fort Lauderdale, Florida, USA (7 – 18 Nopember 1994) para peserta konferensi atas usulan India menerima proposal pendaftaran salah satu spesies penghasil gaharu (A. malaccensis) dalam CITES Appendix II.  Dengan demikian dalam waktu 90 hari sejak penerimaan/penetapan proposal tersebut, perdagangan spesies tersebut harus dilakukan dengan prosedur CITES.

Namun masalahnya, hingga saat ini gaharu yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan, chips, serbuk, destilat gaharu serta produk akhir seperti chopstick, pensil, parfum, dan lain-lain tidak dapat/sulit untuk dapat dibuktikan apakah gaharu tersebut dihasilkan oleh jenis A. malaccensis ataukah dari spesies lain.   Untuk mengatasi masalah ini, akhirnya ditempuh kebijaksanaan bahwa baik negara pengekspor maupun penerima tetap menerapkan prosedur CITES terhadap setiap produk gaharu, terlepas apakah produk tersebut berasal dari spesies A. malaccensis ataukah bukan.  Hal ini dikarenakan sebagian besar populasi spesies penghasil gaharu di alam sudah berada pada posisi terancam punah.  Dengan demikian diharapkan populasi spesies penghasil gaharu dapat diselamatkan.

Penutup
Mempertimbangkan nilai jual Gaharu, patut diupayakan peningkatan peranan Gaharu sebagai komoditas andalan alternatif untuk penyumbang devisa dari sektor kehutanan selain dari produk hasil hutan kayu.  Untuk mendapatkan manfaat nilai tambah maksimal dalam memanfaatkan komoditas tersebut, perlu pembinaan kepada produsen di dalam negeri untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk akhir (olahan) seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain dengan nilai jual yang lebih tinggi.

Disamping itu, untuk mendorong keseragaman penetapan kualita di lapangan, keberadaan SNI gaharu perlu disosialisasikan di kalangan para produsen, pedagang, dan para konsumen. Lebih lanjut, untuk menjamin keberlanjutan pasokan gaharu, perlu upaya pembinaan agar masyarakat memanen gaharu dengan cara-cara yang mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian.  Akhirnya, untuk menghindarkan kepunahan gaharu, maka aturan atau prosedur CITES dalam perdagangan komoditas gaharu harus dilaksanakan secara konsekwen di lapangan oleh para pihak yang berkepentingan.

Daftar Pustaka :
Anonym. SNI 01-5009.1-1999: Gaharu. Badan Standar-disasi Nasional (BSN).  1999
Soehartono, Tonny; Gaharu: Kegunaan dan Pemanfaatan.  Disampaikan pada Lokakarya Tanaman Gaharu di Mataram tanggal 4 – 5 September 2001
Rohadi, Dede dan Suwardi Sumadiwangsa, Prospek dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia: Suatu Tinjauan dari Perspektif Penelitian dan Pengembangan, Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu di Mataram, 4 – 5 September 2001.



PRODUKSI GAHARU SECARA BUATAN

 Produksi Gaharu Secara Buatan

Hasil Inokulat Gaharu
Ada beberapa tahapan dalam produksi gaharu secara buatan, antara lain:

Isolasi jamur pembentuk.
Isolat jamur pembentuk diambil dari jenis pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh jenis pohon yang dibudidayakan.


Identifikasi dan seleksi.
Isolat jamur pembentuk diidentifikasi berdasarkan taksonomi dan morfologinya. Proses seleksi dilakukan dengan menggunakan postulat koch untuk memastikan jamur yang memberikan respons pembentukan gaharu, memang berasal dari jamur yang diinokulasi.

Teknis perbanyakan inokulum.

Biakan murni jamur pembentuk gaharu dapat diperbanyak pada media cair dan media padat. Diperlukan ketrampilan khusus dalam memperbanyak jamur agar proses kemurnian dan peluang masing-masing jenis jamur pembentuk gaharu akan memberikan respon yang berbeda apabila disuntik pada jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda.

Teknik induksi.

Teknik induksi jamur pembentuk gaharu dilakukan pada batang pohon penghasil gaharu. Reaksi pembentukkan gaharu akan dipengaruhi oleh daya tahan inang terhadap induksi jamur dan kondisi lingkungan. Respon inang ditandai oleh perubahan warna coklat setelah beberapa bulan disuntik. Semakin banyak jumlah lubang dan inokulum dibuat, maka semakin cepat pembentukkan gaharu terjadi. Proses pembusukan batang oleh jamur lain dapat terjadi apabila teknik penyuntikan tidak dilakukan sesuai prosedur.

Pemanenan.

Pemanenan gaharu dapat dilakukan minimum 1 tahun setelah proses induksi jamur pembentuk gaharu. Apabila ingin mendapatkan produksi gaharu yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka proses pemanenan dapat dilakukan 2-3 tahun setelah proses induksi jamur.

Sumber : http://wahanagaharu.blogspot.com/

Kiat Cepat Panen Gaharu

 

 

Kiat Cepat Panen Gaharu

Gaharu mati setelah setahun disuntik cendawan. Ia memang tak bersalah, tapi terpaksa disakiti agar gubal yang harum segera muncul. Batang gaharu Aquilaria malaccensis berumur minimal 5 tahun dibor secara spiral. Artinya, setiap ujung bidang gergaji pertama akan bersambungan dengan bidang gergaji kedua. Begitu selanjutnya. Bidang gergajian itulah yang diberi cendawan.

Setahun pasca penyuntikkan gubal sudah dapat dituai. Teknik sebelumnya, antar bidang gergaji tidak saling berhubungan. Interval antar bidang sekitar 10 cm dan perlu 2-3 tahun menuai gubal.

Modifikasi teknologi pemberian cendawan itu dikembangkan oleh Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Ia memberikan cendawan Fusarium spp pada setiap batang gaharu. Setahun berselang, ia bisa memanen 10 kg gubal gaharu dari pohon umur 6 tahun. Cara ini lebih efektif dibandingkan teknik lama lantaran teknik spiral mampu menahan pohon tetap berdiri kokoh walau ditiup angin kencang. Siapkan alat yang diperlukan: bor kayu dengan mata bor berdiameter 13 mm untuk melubangi batang, gergaji, spidol sebagai penanda tempat pelubangan, alat ukur, kapas, spatula, pinset, alkohol 70%, lilin lunak dan bibit gubal berupa cendawan.

Proses pengerjaannya sederhana.

1. Inokulan berupa cendawan untuk membantu proses terbentuknya gubal. Beberapa contoh cendawan padat adalah Diplodia sp, Phytium sp, Fusarium sp, Aspergillus sp, Lasiodiplodia sp, Libertela sp, Trichoderma sp, Scytalidium sp, dan Thielaviopsis sp. Cendawan itu diperbanyak dengan mencampur satu sendok cendawan dan 100 gram limbah serbuk kayu gaharu. Simpan satu bulan di botol tertutup rapat.

2. Buat tanda di lapisan kulit pohon berdiameter 10 cm dengan spidol untuk menentukan bidang pengeboran. Titik pengeboran terbawah, 20 cm dari permukaan tanah. Buat lagi titik pengeboran di atasnya dengan menggeser ke arah horizontal sejau 10 cm dan ke vertikal 10 cm. Dengan cara sama buatlah beberapa titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.

3. Gunakan genset untuk menggerakkan mata bor. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang mengikuti garis spiral bidang pengeboran.

4. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang dibasuh alkohol 70% untuk mencegah infeksi mikroba lain.

5. Masukkan cendawan ke dalam lubang dengan menggunakan sudip. Pengisian dilakukan hingga memenuhi lubang sampai permukaan kulit.

6. Tutup lubang yang telah diisi penuh cendawan dengan lilin agar tak ada kontaminan. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin juga ditutup plester plastik.

7. Cek keberhasilan penyuntikan setelah satu bulan. Buka plester dan lilin.
Inokulasi cendawan sukses jika batang berwarna hitam. Setelah itu buat sayatan ke atas agar kulit bawah terkelupas. Ini memudahkan untuk membuka dan menutup saat pengecekan selanjutnya.

8 . Satu tahun kemudian gaharu dipanen. Untuk meningkatkan keberhasilan, pekebun
menambahkan senyawa pemicu stres. Dengan begitu daya tahan gaharu melemah, cendawan mudah berkembang biak, dan gubal pun lebih cepat terbentuk. (Trubus 2006)

Sumber : http://wahanagaharu.blogspot.com/2009/02/kiat-cepat-panen-gaharu.html